PENULIS: Miftahul Arifin Katondu
Serikatnasional.id |Bagian dasar masyarakat desa Kabupaten Sumenep adalah bercocok tanam, merawat sawah dan tetumbuhan sebagai harapan musim mendatang. Di beberapa desa merupakan kegiatan rutin menggantung harapan pada tetumbuhan yang ditanam dari berjangka waktu pendek dan berjangka panjang. Masyarakat desa yang mayoritas petani ini tetap beranggapan bahwa pepohonan adalah aset dasar jaminan ekonomi keluarga untuk waktu dekat ataupun tua nanti.
Desa Aeng panas salah satu desa yang ekonominya rata-rata menengah kebawah dan panca hariannya banyak bergantung pada pepohonan, banyak macam pepohonan yang masyarakat rawat untuk menutupi kebutuhan ekonomi lelebih sebagai harta karun yang siap jadi rupiah bila di butuhkan suatu saat nanti. Tanpa mengenal banyak fungsi mereka gigih merawat banyak macam pepohonan sebagai energi dan keyakinan hidup sejahtera memenuhi banyak kebutuhan hidup.
Pohon siwalah menjadi salah satu tanaman masyarakat desa yang dari dulu diyakini lebih berfaedah dan memberi jaminan ekonomi keluarga walau musim berganti. Pohon ini dikategorikan tanaman yang berjangka panjang untuk dapat dinikmati hasilnya yang biasanya ditanam sewaktu muda agar bila tua nanti dapat dinikmati hasilnya bagi anak cucunya, usia pohon ini melalui dua tahap yaitu usia muda dan usia tua. Usia muda masyarakat menyebutnya naghen yang belum banyak memberi manfaat untuk diambil hasilnya, sedang usia tua ditandai dengan timbulnya manyang (red. mayang) dan mulai bisa dimanfaatkan sebagai penghasilan.
Masyarakat desa mulai memanjakan masa penuaan pohon siwalan dengan berbagai bentuk dan mem-fungsi-kan sebagaimana pengalaman orang-orang yang mendahuluinya. Cara adalah sebuah instumen berpikir masyarakat agar pohon siwalan tersebut berfungsi sebagai mana mestinya yang salah satunya mengupas daun-daun yang sudah menua dan ditandai dengan berubahnya warna daun semakin menghijau pekat. Daun yang dikupas difungsikan semaksimal mungkin sesuai kebutuhan atau sebagai kreatifitas yang dulunya hanya sebagai kerajinan tangan semisal dibuat alas beristirahat dengan cara dijadikan tikar, yang lambat laun menjadi penghasilan dari kerajinan tangan tersebut sampai berfungsi sebagai bungkus tembakau dan memiliki nilai atau harga lebih bila di distribusikan. sedang daun yang baru menguning difungsikan sebagai ketupat seperti janur karena dianggap dapat memberi keharuman yang berbeda selain ketupat yang terbuat dari janur.
Pada pohon siwalan juga terdapat manyang berbentuk buah yang memanjang dan akan berbunga kekuningan, sebagaimana cerita masyarakat, manyang berfungsi sebagai penghasil la’ang (legen) untuk dijadikan gula merah. Ada macam metode khusus untuk menghasilkan la’ang agar menjadi segar dan tetap keluar lebih lama. Metode itu diperoleh dari pengalaman temurun masyarakat setempat agar menghasilkan lebih banyak keuntungan dari hasil manyang tersebut. dari cara perawatan manyang yang baik akan menghasilkan legen yang memuaskan, dalam arti lain usaha tidak akan menghianati hasil. prinsip tersebut sudah menjadi prinsip umum masyarakat siwalan untuk meningkatkan semangat perawatan manyang yang bermusim itu. la’ang yang di dapat dari banyak oleh masyarakat mayoritas dibuat gula merah sebagai penghasilan harian yang dapat dijual dan di fungsikan kembali sesuai kebutuhan konsumen.
Buah yang berbeda dari pohon siwalan berbentuk bulat yang berisi daging buah 3-5 di daerah setempat. Pohon siwalan yang berbuah seperti ini tidak dapat menghasilkan la’ang dan sebagian masyarakat menyebutnya pohon ini dengan sebutan ta’alan karena tidak dapat menghasilkan la’ang. buah yang seperti ini dapat difungsikan sebagaimana buah pohon lainnya yaitu sebagai makanan ringan dan biasanya dapat bertahan lebih lama yang menurut masyarakat setempat tidak begitu bermanfaat sebagai penghasilan harian. buah siwalan biasanya dibiarkan begit saja oleh pemiliknya, hanya saja pemelihara sapi mengambilnya sebagai makanan ternaknya. Sebagian lagi tak jarang orang lain mengambilnya untuk dijual dengan menanggung resiko daging ta’al tidak lagi di hari itu akan melembek dan tidak segar pada ke esokan harinya. Karena kapasitas buahnya yang tidak dapat bertahan lama bila putus dari tangkai sehingga tidak dapat banyak dimanfaatkan sebagai makanan ringan seperti buah-buahan lainnya. Akan tetapi sebenarnya buah ini begitu segar bila di dicampur minuman dingin namun bagi masyarakat setempat tidak begitu berminat karena faktor proses pengambilannya yang begitu berat dengan cara memanjat.
Bagian inti dari banyak perbincangan masyarakat mengenai pohon siwalan yaitu pohonnya. Setelah mengalami penuaan terutama yang telah berumur kurang lebih 50 tahun akan menghasilkan rupiah yang sangat menarik. Selain bergantung pada ukurannya panjangnya juga bergantung pada bentuknya yang lurus. Pohon yang tumbuhnya liar ini begitu berharga di umur yang tua karena tubuhnya yang kuat dapat digunakan sebagai bahan bangunan dengan harga yang sangat menguntungkan. Pohon siwalan yang besar dan lurus akan banyak yang menawar dengan harga yang mahal, tak heran masyarakat setempat banyak yang menggantungkan ekonominya pada pohon siwalan untuk kebutuhan yang mendesak dan menjadikan jaminan ekoniminya lelebih sebagai warisan pada anak cucunya.
Ada banyak fungsi dan ketergantungan pada pohon siwalan sebenarnya sebagai penghasilan atau kebutuhan masyarakat namun sejauh ini belum ada fasilitator untuk mengembangkan riset tentang pohon siwalan khususnya sebagai penghasilan harian masyarakat desa yang hidupnya selalu bergantung pada musim.