(Pemerhati Politik Lokal)
NAMA lengkap Camat Batang-Batang Kabupaten Sumenep itu: Joko Suwarno.
Suwarno berasal dari bahasa Jawa, artinya: pemimpin yang baik.
Camat Joko Suwarno akhir-akhir ini mendadak membahana, karena dari mulutnya yang tajam dan terasah itu muncrat bait demi bait sampah kata-kata.
Celakanya, kata-kata yang disampaikan Pak Camat seolah-olah merujuk kepada perkataan Bupati Sumenep.
Camat menyuruh kades-kades agar mencuri sapi milik warga yang tak mau divaksin. Pak Camat ingin agar Kades bertindak seperti bajingan terhadap rakyat se Kecamatan Batang-Batang. Otoriter, jahat dan kasar (Baca definisi "bajingan").
Video yang beredar pada hari Senin (16/8/2021) berdurasi 2 menit 50 detik itu isinya begini:
_"Kalebunnya takut karena masyarakat, takut tak epele pole tahun 2025 atau 2026 itu kan masih lama, kalebun punya kartu as, punya sakte keco' sapena cakna bupati sampek begitu, keco' sapena mun oreng se tak endhe' evaksin."_
(Kepala desanya takut karena masyarakat takut tidak pilih lagi tahun 2025 atau 2026. Itu kan masih lama, kepala desa punya kartu as punya sakti, curi sapinya katanya Bupati sampai begitu. Curi sapinya kalau orang tidak mau divaksin).
Peristiwa itu terjadi pada acara rapat percepatan vaksinasi Covid-19 di Kecamatan Batang-Batang yang digelar hari Jumat (13/08/21) sekitar pukul 13.00 WIB dihadiri 16 Kepala Desa se Kecamatan Batang-Batang berikut jajaran FORPIMKA dan sejumlah tokoh masyarakat.
Tampak sekali mental bandit Camat Suwarno yang secara konseptual mirip perilaku "orang kuat lokal" _(local strongmen)_ sebagaimana analisis Joel Migdal (1988).
Atau seperti perilaku "bos lokal" _(local bossism)_ sebagaimana modifikasi John Sidel terhadap teori Joel Migdal.
Atau bahkan ibarat _predator local strongmen_ sebagaimana analisis ilmuan sosial Indonesia Vedi R Hadiz.
Mental Camat begini menghambat konsolidasi demokrasi lokal dan merusak reputasi pemerintahan. Patut apabila Ach. Fauzi selaku Bupati merasa terganggu dengan mental Camat yang predatoris begini, karena Camat itu cermin Bupati di tingkat Kecamatan.
Camat Suwarno harus membayar mahal, karena ia bahkan mengingkari arti dari namanya sendiri: "pemimpin yang baik". Berubah menjadi: pemimpin bandit dan bajingan tengik.
Langkah terbaik baginya adalah: menjadi Camat tahu diri, mundur dan meminta maaf kepada publik agar kemarahan tidak meluas dan tidak terjadi amuk massa.
Mental bandit Pak Camat dalam peristiwa di Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep berbeda dengan teori dalam buku _Bandit Sosial_ karya Eric J. Hobsbawm, karena Pak Camat adalah pejabat di tingkat Kecamatan yang dapat mendominasi kekuasaan.
Memang ada teori bandit yang mengurai evolusi kekuasaan dari anarki menuju demokrasi. Tetapi melihat kasus Joko Suwarno ini bisa saja proses evolusi kekuasaan yang mestinya mengarah pada konsolidasi demokrasi justru melingkar dan kembali pada sistem anarki dan otoriter.
Karena itu, wajar apabila Didik J. Rachbini dalam sebuah kolom di detikNews.com pada Senin 20 April 2020 bertajuk: _Teori Bandit, Kekuasaan, dan Demokrasi di Masa Pandemi_ menulis:
_"Pasukan ekstra legal di bawah tanah itu adalah hama demokrasi, rayap yang merusak demokrasi..."_.
Kalau kita sepakat bahwa perilaku Pak Camat Joko Suwarno adalah termasuk hama demokrasi, dapatkah kita bersepakat bahwa salah satu jalan membasmi hama adalah dengan cara menyemprotkan virus pembasmi hama.
Dapatkah kita nilai rencana aksi pemuda Batang-Batang ke kantor Kecamatan adalah bagian dari operasi virus pembasmi hama?
Kalau begitu, di zaman seperti sekarang ini, izinkan saya mengutip secarik provokasi rekan sejawat saya, Kurniadi si "raja hantu" yang dikenal pula dengan julukan "jenderal tanpa batalion", yaitu:
_"Saatnya virus memimpin di musim hama"._
Dirgahayu Republik Indonesia ke-76
Salam ha ha hi hi .... (*).