Jakarta, SerikatNasional.id | Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang didominasi oleh wilayah perairan. Tercatat luas wilayah laut Indonesia mencapai 3,25 juta kilometer persegi dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia mencapai 2,55 juta kilometer persegi.
Wilayah lautan yang begitu luas tersebut membuat Indonesia memiliki banyak sekali sumber daya kelautan. Melihat potensi yang kuat tersebut, pemerintah berupaya untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Sebagai upaya mewujudkan visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia dan memajukan Indonesia menjadi negara maritim yang berdaulat, Direktur Eksekutif Gerakan Muda Visioner memandang urgensi dalam kepemilikian suatu konsep ketahanan maritim yang digunakan sebagai dasar penyusunan kebijakan ketahanan maritim khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terluar.
"Negara maritim adalah sebuah negara yang menggunakan dan menguasai semua kekuatan strategis di lautan sebagai kuasa laut yang meliputi aspek politik, ekonomi, dan pertahanan-keamanan," ungkap Teofilus.
Wujud kekuatan strategis tersebut merupakan kekuatan maritim yang terdiri armada perdagangan, armada perikanan, industri dan jasa maritim, infrastruktur, potensi sumber daya kelautan, dan kekuatan angkatan laut sebagai armada perang.
"Apabila pemerintah ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka pemerintah setidaknya harus membangun kekuatan maritim yang strategis, mulai dari armada perdagangan hingga armada perang (angkatan laut)," tambah Teofilus.
Menurut Teofilus pemerintah perlu merumuskan konsep ketahanan maritim yang jelas karena begitu banyak dan tambah canggihnya berbagai ancaman yang masuk ke perairan Indonesia
"Bukan hanya ancaman tradisional saja seperti penggunaan militer untuk mengganggu kedaulatan, namun saat ini ancaman yang kerap kali dihadapi dapat berbentuk non-tradisional, seperti kejahatan siber, penyelundupan orang, barang, senjata, dan narkotika, termasuk teknologi kapal tanpa awak yang masuk tanpa identitas di wilayah perairan Indonesia baru-baru ini," tambah Teofilus.
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif GEMUVI ini mengungkapkan bahwa dalam RPJM 2020-2024 tidak memuat ketahanan maritim secara utuh, meskipun kata “ketahanan” dikaitkan dengan ketahanan ekonomi, ketahanan bencana, ketahanan pangan, ketahanan fisik dan sosial dalam konteks perubahan iklim, ketahanan budaya, dan ketahanan energi.
"Ini menunjukan bahwa konsep dan definisi ketahanan maritim Indonesia masih belum didefinisikan secara jelas dan berdasar pada bukti dan riset ilmiah," tambah Teofilus.
Menurut Teofilus konsepsi pemahaman untuk ketahanan maritim, sifatnya masih spasial dan belum terintegrasi dan dieksplorasi secara mendalam. Khususnya dalam kebijakan kelautan yang mengakomodasi peran dan pelibatan berbagai pemangku kepentingan sektor maritim.
Teofilus juga menambahkan perlu nya peningkatan Kapasitas dan Kualitas Fasilitas Militer (FASMIL) yang rawan dengan konflik kawasan guna pengamanan kepentingan dan keamanan maritim agar dapat memberdayakan potensi maritim untuk mewujudkan pemerataan ekonomi Indonesia
"Seperti di bitung sulawesi utara yang berbatasan dengan filipina, kepulauan anambas yang berbatasan dengan laut cina selatan, NTT yang berbatasan dengan benua australia, Nias yang berbatasan dengan samudera Hindia sebagai pengamanan wilayah laut dan kepulauan dari pencaplokan oleh negara-negara lain," tutup Teofilus.