Makassar - Webinar Nasional Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Sulawesi Selatan mengangkat tema, “Peran Pancasila dalam Pencegahan Radikalisme di Perguruan Tinggi” sebagai isu sentral. Webinar yang diselenggarakan pada Rabu, 12 Januari 2022 dilakukan secara hybrid, baik melalui daring (via Zoom) maupun secara luring terbatas di Baruga Baharuddin Lopa FH-UH.
Tema Pencegahan Radikalisme di Perguruan Tinggi menjadi semakin urgen dan relevan mengingat tren fenomena radikalisme yang semakin merebak. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, masalah radikalisme, ekstremisme, intoleransi, dan terorisme masih menarik perhatian publik. Tidak terkecuali di lingkungan kampus.
Menurut Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum, Dekan Fakultas Hukum Unhas sekaligus Ketua Bidang Perempuan & Anak FKPT Sulsel, menegaskan potensi dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan radikalisme, tidak kalah bahayanya dengan virus COVID-19.
“Pahaman ini tidak boleh masuk sedikitpun ke dalam lingkungan kampus yang bersih dari nilai-nilai negatif perusak keutuhan bangsa. Sebaliknya, kampus harus menjadi garda terdepan sebagai pilar pemersatu keutuhan bangsa,” tegasnya.
Hadir luring sebagai Narasumber, Direktur Kink Pancasila, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Dr. Dody Susanto, S.H., M.Si, Kembali menegaskan agenda besar menyambut tahun 2022 ini. “Tahun 2022 adalah Tahun Toleransi yang ditetapkan oleh Presiden RI”.
Menurutnya, penetapan Pancasila sebagai ideologi negara, juga harus diikuti sebagai ilmu pengetahuan agar terjadi perjuangan lanjutan untuk mengedukasi publik, sehingga intelektualis di Indonesia tidak hanya formal belaka.
Hanya saja, menurut Prof. Dr. Irwansyah, S.H., M.H., Ketua Pusat Studi Pancasila Fakultas Hukum Unhas, pemahaman akan radikalisme itu harus dipahami secara utuh. Sebab, radikal itu adalah ciri berpikir filsafat. Radikalisme merupakan suatu sikap yang mendambakan perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekeraan (violence) dan aksi-aksi yang ekstrem.
“Untuk mencegah berkembanganya gerakan radikal yang mengusung kekerasan sebagai bentuk aktivitas pergerakan (negatif), pergurun tinggi di Indonesia memiliki peran yang sangat penting. Nilai-nilai Pancasila tidak dapat dijadikan sebagai simbol formal belaka.”
Salah satu solusi yang disampaikan oleh Prof. Irwansyah sebagai langkah pencegahan bibit-bibit radikalisme tumbuh di lingkungan Perguruan Tinggi melalui pendidikan yang bersifat inklusif dan didukung oleh pengentasan kesenjangan (gap) kesejahteraan di tengah masyarakat. (ibr)