Iklan

https://www.serikatnasional.id/2024/10/blog-post.html

Iklan

,

Iklan

68 Tahun GmnI, Masihkah Nasionalis?

@SerikatNasional
23 Mar 2022, 22:41 WIB Last Updated 2022-03-23T15:45:02Z


Oleh: Dion Rasu (Kader GMNI Makassar, Pegiat literasi pinggiran)



MAKASSAR - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI) lahir pada tanggal 23 Maret 1954 tepatnya 10 tahun setelah proklamasi kemerdekaan digelorakan. Sebagai salah satu organisasi tertua di Indonesia yang menampilkan sisi kemajemukan dalam mengambil langkah perjuangan organisasi. Termasuk dalam mengakomodasi proses perekrutan kader yang menghimpun semua mahasiswa dari berbagai macam latar belakang. Semisal; suku, ras, agama, golongan, dan lain-lain.


Terpenting, berbangsa indonesia dan berstatus mahasiswa. Jadi GmnI adalah organisasi kemahasiswaan yang memiliki dua unsur legitimasi perekrutan kader, yakni: satu, sebagai mahasiswa, dua, berbangsa Indonesia. Aturan lain dalam hal ke-GmnI-an itu sendiri termuat dalam ad/art serta rapat kordinasi nasional yang diselenggarakan berdasarkan mufakat kongres yang dimana kongres diatur juga dilakukan selama kurun waktu dua tahun sekali. Tidak berlebihan, saya mengatakan bahwa "DNA GmnI adalah Indonesia" jika memang selalu memelopori pluralitas atau keberagamaan corak gerakan mahasiswa yang dibangun. 


Sekilas Sejarah GmnI


Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI) berdiri pada tanggal 23 Maret 1954 di Surabaya. Gagasannya lahir di Jakarta. GmnI lahir merupakan hasil peleburan atau fusi dari tiga organisasi mahasiswa yang telah berdiri sebelumnya. Ketiga organisasi tersebut antara lain: Gerakan mahasiswa Marhaen yang berbasis di Yogyakarta, Gerakan Mahasiswa Merdeka berbasis di Surabaya, dan Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia yang berbasis di Jakarta.


Gagasan untuk melakukan peleburan, muncul pertama kali dari ketua Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia, SM Hadiprabowo pada bulan september 1953 yang didasari keinginan untuk menyatukan organisasi mahasiswa yang berhaluan Nasionalis. Kemudian SM Hadiprabowo mengatur jadwal pertemuan dengan dua orang pimpinan organisasi lainnya. Dalam agenda tersebut pimpinan ketiga organisasi sepakat untuk mengadakan rapat, pertemuan diadakan di rumah dinas walikota Jakarta setara dengan walikota Jakarta saat ini. 


Dalam pertemuan tersebut ketiga organisasi sepakat untuk melakukan fusi, baik secara organisasi maupun secara ideologi. Pertemuan itu menghasilkan nama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia dipilih sebagai nama organisasi hasil fusi dan disepakati pula nasionalisme dan Marhaenisme sebagai ideologi. Pertemuan tersebut juga menyepakati kongres pertama GmnI di Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 1954 yang dihadiri lansung presiden Sukarno sekaligus memberi restu.


Kongres pertama memilih SM Hadiprabowo sebagai ketua GmnI yang pertama dan tanggal 23 Maret dipatenkan sebagai hari lahir GmnI. Namun, karena pengaruh Sukarno dan beberapa tokoh politik yang berhaluan nasionalis GmnI menjadi underbow atau sayap kanan dari Partai Nasionalis Indonesia (PNI). Namun, hubungan tersebut tidak berlangsung lama karena kebijakan pemerintahan orde baru yang secara resmi  melaksanakan kebijakan fusi partai politik pada tahun 1973 dan pelarangan penggabungan dengan organisasi mahasiswa. Saat itu PNI bergabung dengan partai nasionalis lain yakni, ke dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI).


Lambang GmnI sendiri berbentuk perisai dengan enam sudut, tiga sudut diatas dan tiga sudut dibawah. Tiga sudut diatas melambangkan tiga sila (tri sila) 'Marhaenisme' ideologi yang diciptakan oleh sukarno dan menjadi ideologi yang dianut secara resmi oleh organisasi, yakni: Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi dan Ketuhanan Yang Maha Esa.


Sementara tiga sudut dibawah melambangkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni; pendidikan, penelitian, pengabdian. Warna merah dan putih logo merupakan representasi dari bendera merah putih, merah berarti berani putih dan berarti suci sementara hitam berarti keteguhan. Bintang melambangkan keluhuran cita -cita ,Banteng adalah simbol dari rakyat Marhaen. Yang artinya GmnI adalah untuk membela kaum marhaen. 


68 tahun, masihkah nasionalis? 


Menggunakan kata "nasionalis"dalam organisasi mahasiswa tentu punya tanggung jawab besar. Terutama dalam hal pendefinisian sebuah kata juga bagaimana kata itu menghasilkan perbuatan.


Agar tak hanya jadi jargon belaka yang menjadi pameran produk ide dan ideologisasi. Kurang lebih 10 tahun pasca kemerdekaan digelorakan, GmnI cukup mewarnai dinamika kebangsaan. Mulai dari polarisasi pergerakan hingga perpecahan. Tak ayal, diumur yang sudah lansia kerap diwarnai grasak-grusuk kronik yang membuat geger. Jika zaman orde lama sering dijadikan sayap kanan parpol, orde baru membuat GmnI ikut tertuduh sebagai simpatisan dan oknum PKI. Lalu setelahnya muncul pertanyaan seputar kedekatan organisasi ini dengan parpol besutan Megawati Sukarno Putri dan SOERJADI sebagai PDI-P atau PDI.



Dan menjadi lebih krusial ketika alumni GmnI banyak melahirkan tokoh politik yang bercokol di Partai Demokrasi Indonesia (PDI) bahkan dari jajaran legislatif hingga merebut ruang  dalam kancah pemilihan umum Presiden. Kemanapun langkah kader GmnI berkiprah jargon nasionalis selalu dikumandangkan. Lalu nasional itu sempit atau kemanusiaan?. Karena dalam mengakomodasi proses perekrutan kader GmnI adalah organisasi kemahasiswaan yang memiliki kekuatan nasionalisme yang kuat. Terutama sejak pertemuan dengan Bung Karno dan kongres pertama GmnI.


Kemanusiaan yang adil dan beradab begitu bunyi sila kedua pancasila dan titik temu itu ada pada sosio nasionalisme, poin tentang persatuan indonesia sila ketiga ada pada sosio demokrasi. Jargon adalah jargon. Kita harus akui itu. Karena sejak KLB, Dualisme GmnI cukup mewarnai dinamika pergerakannya. Bahkan hingga sekarang sejak kongres Ambon yang digelar beberapa tahun lalu konstitusi adalah barang ilegal dan haram dijalankan. Sama halnya dengan persatuan dan posisi demokrasi GmnI absen soal itu.


Hal ini bisa dilihat dari terciptanya dua kubu DPP GmnI yang menjadi dua kelompok. Tak hanya itu, dua kelompok ini membuat dua gerbong gerakan yang menyasar ke Struktur DPD, DPC hingga jajaran DPK. Sangat jelas nasionalisme adalah jargon. Lalu ibarat sebuah barang jargon adalah kemasan yang berbeda dengan isinya. Persatuan seperti kata Moh Hatta diganti dengan "per-sate-an nasional" dimana anak ideologis Sukarno saling sikut dan sikat demi ring tinju elektoral panggung. 


Kondisi ini, memang menjemukan! karena hierarki organisasi mahasiswa ini masih memiliki lanjutan meski tidak secara langsung tetapi bagaimana tidak P. A (Persatuan Alumni) GmnI seolah diam dan tidak merespon. Bahkan kongres yang dilaksanakan tahun lalu oleh P. A hanya dihiasi lansia tidak berguna, pandir, dan tidak pernah menyelesaikan masalah dualisme ini. 


Jika menganalisis secara liar, apakah ini agenda seting? yang P. A lakukan demi menjaga stabilitas gerakan atau memang sudah tak mampu akibat sudah tua dan tak bisa berpikir. Duh, lemas Bestie.


Sukarno pernah berkata "Melemahkan persatuan berarti memperkuat musuh, bekerja buat perpecahan berarti bekerja buat musuh". Jika menilik kondisi GmnI yang sekarang, agak kasar jika kita melenceng dari ajaran sukarno. Saya menggunakan kata "khilaf "itu mungkin pas disematkan. Karena khilaf perpecahan terjadi hingga konsentrasi gerakan tertuju pada sikap saling tuding antar dua kubu dan mengklaim diri paling Sukarnois.


Ahmad Suhawi penulis buku Gymnastik Politik Nasionalis Radikal mencatat "GmnI kekurangan kader intelektual namun kelebihan kader politis "Itu artinya masalah GmnI dari dualisme, klaim GmnI dan beberapa persoalan tentang status kader yang tak jelas itu sudah menjadi fosil dan penyakit kronis dalam tubuh GmnI. Apalagi ditandai perkembangan zaman yang masif dalam teknologi informasi, propaganda adalah teknik industri gerakan terbaik untuk membantu memperlancar agenda gerakan namun minim literatur.


Pendeknya, iklan murah meriah tentang kegiatan organisasi hanyalah sebatas pemberitahuan sebuah perayaan simbolik. Namun tak memiliki daya gedor persatuan dan kesatuan kader serta pendidikan yang mengarah pada perubahan GmnI.


Selamat Dies Natalis GmnI ke 68 tahun. 

Merdeka!!!