Hal tersebut disampaikan oleh Aktifis GMNI Sumenep, Bung Robinurrahman. Pihaknya menilai tembakan tersebut sudah masuk tindakan pembunuhan dari oknum kepolisian, yang mereka dengan seenaknya melepaskan tembakan padahal terduga sudah jatuh tersungkur.
Bung Robi (panggilan akrabnya Robinurrahman) menegaskan oknum polisi itu harusnya sesuai dengan prosedur.
"Pertama diberi tembakan peringatan, barulah jika tetap melawan barulah bisa diberi tembakan terukur yakni tembakan yang tidak menghilangkan nyawa seseorang," jelas Robi.
Lanjut Robi, misalkan pada area kaki dengan tujuan aar tidak melakukan perlawanan, sebagaimana dijelaskan dalam PK-POLRI No 8 Tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas kepolisian.
"Namun situasinya berbeda, polisi telah melakukan tembakan terukur, yakni terduga itu sudah jatuh tersungkur namun masih saja diberondong dengan tembakan," beber Ketua DPC GMNI Sumenep itu.
Menurutnya, tindakan tersebut justru tidak dibenarkan, mengingat bahwa hukum di negara ini menganut asas praduga tak bersalah.
"Apalagi pihak keluarga pria yang ditembak itu mengatakan bahwa dia memiliki gangguan mental, alias stres. Namun tindakan oknum kepolisian itu tidak memperhatikan hak asasi yang dimiliki pria itu, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 28 a UUD 1945 bahwa setiap manusia berhak hidup," tandasnya.
Atas fenomena tersebut kata Robi, penembakan bertubi-tubi adalah hal yang tidak manusiawi, meskipun ia diduga sebagai pelaku percobaan perampasan kendaraan bermotor.
"Jelas ini pembunuhan karena oknum polisi tersebut melakukan penembakan melebihi prosedur sehingga menghilangkan nyawa," ciut lelaki berkacamata itu.
"Atas kejadian tersebut kapolres sumenep harus bertanggung jawab menyampaikan ke publik tentang kronologi sebenarnya, dan mengevaluasi dalam bentuk sangsi atas kinerja anggotanya dalam mengatasi kriminal sehingga tidak membabi buta dan menjatuhkan nama baik polres sumenep itu sendiri," tutupnya.(Msr/Red)