Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang kaya baik alam maupun budayanya. Di Indonesia terdapat ribuan suku bangsa yang mendiami sepanjang wilayah kepulauan negara. Setiap suku bangsa memiliki unsur kebudayaan mulai dari bahasa, upacara adat syukuran, tari tradisonal, makanan, rumah adat dan unsur lain yang berbeda dengan suku lainnya. Bentuk kearifan lokal ini merupakan harta yang sangat berharga bagi Indonesia (Sundjaya, 2008:7-8).
Banyak masyarakat dari berbagai suku di Indonesia yang mewujudkan rasa syukur mereka dalam bentuk upacara adat. Rasa syukur ini mereka panjatkan atas karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada mereka seperti panen yang berlimpah, kelahiran anak, rumah baru, dan lain sebagainya. Masyarakat Kampung Puntu di kabupaten Manggarai Timur, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur juga punya satu tradisi pengucapan rasa syukur, yaitu ritual penti.
Ritual penti di Manggarai Timur merupakan pesta upacara sebagai wujud syukur atas hasil panen yang berlimpah. Hasil panen masyarakat Kampung Puntu di Manggarai Timur berupa kopi, vanili, cengkeh, dan juga padi. Ritual penti pada masyarakat Puntu di Manggarai Timur Nusa Tenggara Timur diselenggarakan setiap tahun. Ritual Penti terus dipertahankan sampai sekarang. Masyarakat di Manggarai percaya jika mereka lalai menyelenggarakan penti, mereka akan terkena suatu musibah atau nasib buruk.
Ritual Penti pada masyarakat kampung Puntu juga digelar sebagai wujud rasa syukur manusia kepada Tuhan atau wujud tertinggi yang mereka sebut Mori Keraeng, penghormatan kepada empo atau leluhur, alam, dan sesama manusia. Pesta adat penti ini biasanya diselenggarakan setiap tahun antara bulan Juli, Agustus, September, atau sebelum Desember. Masyarakat Puntu percaya pesta penti diselenggarakan antara bulan ketujuh, kedelapan, atau kesembilan karena pada bulan-bulan itulah keberhasilan panen ditahun selanjutnya ditentukan (Adrianus Marselus Nggoro, 20013;10-11).
Penti memiliki dimensi vertikal, horizontal dan sosial. Dimensi vertical yakni sebagai ucapan syukur kepada Tuhan (Mori) dan kepada para leluhur (Empo) sebagai pencipta dan pembentuk (Mori Jari Agu De’de’k) yang harus disembah dan dimuliakan. Menghormati Tuhan sebagai sumber hidup dan penghidupan manusia. Desa Torok Golo dan seluruh Manggarai pada umumnya mengakui kemahakuasaan Allah dan tak lupa pula bersyukur kepada para leluhur (Empo) yang telah mewariskan tanah (lingko) dengan memberikan persembahan yang pantas bagi mereka atas segala jasa dan kebaikan yang telah mereka berikan.
Sedangkan dimensi sosial dari perayaan Penti yakni untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan wa’u (klen), panga (sub klen), ase-kae (adik kakak), anak rona (pemberi istri), anak wina (penerima istri). Selain itu, dengan Penti secara tak langsung dapat mempererat dan memperkuat eksistensi orang Manggarai seperti terungkap dalam filosofi terkenal: gendang on’e lingko pe’ang, untuk memperteguh hak-hak ulayat yang dipegang oleh para tetua adat atas lingko-lingko yang dimiliki atau yang digarap.
Penti juga memperkuat kepemilikan tanah oleh warga yang menerima bagian dari lingko-longko tersebut baik mereka yang berada di desa maupun yang berdomisili di tempat lain. Dimana mereka mempunyai kewajiban moral untuk menjaga kelestarian lingkungan hidupnya terutama di dalam komunitas kampung, pekuburan dan mata air.
Sementara itu, dimensi sosial dari Penti yakni sebagai reuni keluarga besar. Penti sebagai ajang pertemuan bagi anggota komunitas yang masih memiliki hubungan genealogis dengan mereka yang merayakannya. Seiring perkembangan zaman, tanda-tanda erosi cenderung muncul karena nilai-nilai itu harus mampu mereplikasi perubahan, jika tidak beberapa sub sistem nilai-nilai itu akan beradaptasi dengan perubahan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena kehidupan manusia sangat dipengaruhi lingkungan.
Upacara Penti merupakan salah satu upacara adat bagi orang Manggarai, Flores NTT yang hingga saat ini masih terus di lestarikan. Sebuah ritus adat warisan leluhur Manggarai sebagai media ungkapan syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang di peroleh selama setahun dan di kenal pula sebagai perayaan tahun baru bagi orang Manggarai.
Upacara Penti biasanya dilakukan pada bulan Agustus-September di Rumah Adat (Mbaru Gendang) Manggarai sebagai symbol antropologis dengan ijuk di bawah tanduk Kerbau (rangga kaba). Tanduk Kerbau pada rumah adat daerah Rembong simbol prinsip kemanusiaan yaitu nilai kemanusiaan dengan ini melambangkan persatuan dan kesatuan yang kokoh dan tak terpisahkan (Adrianus Marselus Nggoro, 2013:187). Pada kerucut atap rumah adat Manggarai melambangkan tanggung jawabnya kepala rumah adat (ata lami). Sedangkan Tanduk Kerbau (rangga kaba) yang biasa ditancap di bubung rumah adat melambangkan keperkasaan dan kebesaran.
Penti dilakukan sebagai tanda syukur kepada Mori Jari Dedek (Tuhan Pencipta) dan kepada arwah nenek moyang atas semua hasil jerih payah yang telah diperoleh dan dinikmati, juga sebagai tanda celung cekeng wali ntaung (musim yang berganti dan tahun yang beralih). Upacara ini biasa dilakukan setelah semua panenan rampung (sekitar Juni-September). Jikalau sanggup, acara ini dilakukan setiap tahun tetapi seringkali tiga atau lima tahun sekali.
Ada keyakinan bahwa jika acara ini tidak dilakukan, akan membuat Mori Jari Dedek marah. Kalau hal itu terjadi, akan ada bencana-bencana yang menimpa masyarakat Manggarai. Ritual adat Penti, yaitu suatu upacara adat merayakan syukuran atas hasil panen yang dirayakan bersama-sama oleh seluruh warga desa. Bahkan ajang prosesi serupa juga dijadikan momentum reuni keluarga yang berasal dari suku Manggarai. Ritual Penti dimulai dengan acara berjalan kaki dari rumah adat menuju pusat kebun atau Lingko, yang ditandai dengan sebuah kayu Teno.
Disini, akan dilakukan upacara Barong Lodok, yaitu mengundang roh penjaga kebun di pusat Lingko, supaya mau hadir mengikuti perayaan Penti. Lantas kepala adat mengawali rangkaian ritual dengan melakukan Cepa atau makan sirih, pinang, dan kapur. Tahapan selanjutnya adalah melakukan Pau Tuak alias menyiram minuman tuak yang disimpan dalam bambu ke tanah. Urutan prosesi tiba pada acara menyembelih seekor babi untuk dipersembahkan kepada roh para leluhur.
Tata cara upacara Penti
Sebelum upacara Penti dilaksanakan, maka ada beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh masyarakat, diantaranya:
1. Musyawarah-musyawarah adat pada masyarakat
Desa Torok Golo biasanya dipimpin oleh Tua Tembong (orang yang menguasai penggunaan gong dan gendang dalam rumah adat) dan diikuti oleh Tua Teno (orang yang memiliki peran dalam upacara yang berkaitan dengan pertanian dan perkebunan) serta seluruh warga kampung atau suku. Dalam musyawarah tersebut, biasanya hal-hal yang disepakati antara lain: menentukan pemimpin upacara, hewan yang akan dikurbankan, dan persembahan lainnya.
2. Menyiapkan hewan kurban dalam pelaksanaan upacara Penti
Biasanya hewan yang dijadikan sebagai kurban antara lain: babi jantan dan ayam jantan. Pada dasarnya pemilihan hewan kurban dalam setiap upacara adat khusunya upacara Penti pada masyarakat Manggarai Desa Torok Golo memiliki makna seperti:
a. Babi jantan; dipilih babi jantan sebagai hewan kurban karena menurut kepercayaan masyarakat Manggarai bahwa “jantan” melambangkan keperkasaan dan keuletan dalam mengolah kebun. “Jantan” disini menunjukkan jati diri seorang laki-laki yang menjadi kunci atau penggerak utama dalam mengolah kebun.
b. Ayam jantan; sebelum masyarakat Manggarai mengenal teknologi, maka untuk mengetahui waktu akan dimulainya suatu kegiatan itu tergantung pada alam seperti: terjadinya bulan sabit sebagai pertanda bahwa musim tanam akan dimulai, jika mata hari akan terbenam maka kegiatan di kebun harus dihentikan, ayam berkokok sebagai pertanda bahwa hari sudah pagi.
Makna dan nilai yang terkandung dalam upacara Penti
Upacara Penti sebagai salah satu prosesi adat mempunyai makna yang mendalam bagi orang Manggarai, secara khusus kepada masyarakat Desa Torok Golo. Nilai-nilai yang terkandung dalam Upacara Penti diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Ungkapan syukur
Upacara Penti sebagai ungkapan syukur kepada Mori Jari Dedek (Tuhan Pencipta dan Pemilik Kehidupan) dan kepada Empo Mede (leluhur) yang telah menjaga, melindungi serta memberikan hasil panen yang melimpah.
2. Tradisi gotong royong dan kerja sama
Upacara Penti secara langsung maupun tidak langsung menyatukan warga/masyarakat Desa Torok Golo untuk terlibat bersama-sama dan saling bekerja mempersiapkan dan turut menyukseskan Acara Penti tersebut. Adanya gotong royong dan saling kerja sama akan sangat membantu mempererat persaudaraan dan kekeluargaan masyarakat Desa Torok Golo.
3. Tradisi dan warisan leluhur
Upacara Penti selain sebagai sebuah bentuk syukuran panen bagi warga Desa Torok Golo juga terlebih sebagai bentuk menjaga tradisi dan warisan peninggalan leluhur.
Ada banyak macam Penti, tetapi yang di uraikan dibawah ini hanya memberikan beberapa macam yang sering di lakukan oleh orang Manggarai, antara lain:
1. Penti Beo
Penti beo (penti = Syukuran; beo = kampong). Penti beo ialah Syukuran warga kampung. Yang memberikan komando umum waktu penti semacam ini adalah tua golo (kepala kampung), dibantu oleh tua-tua panga (kepala keluarga ranting/subklen) berdasar musyawarah bersama masyarakat dalam satu kampung.
Menurut tradisi Manggarai bahwa letak/posisi kampung punya arti dan peran tertentu dalam hidup manusia. Orang Manggarai beranggapan bahwa kampung punya kekuatan/keramat yang disebut Naga Beo. Naga Beo terbagi menjadi dua hal (dilihat dari pengaruhnya), yakni :
a. Naga Beo Dia (tempat yang baik)
b. Naga Beo Da’at (tempat yang jahat)
Naga Kampung yang baik akan membawa berkat bagi seluruh warga kampung, sedangkan Naga Kampung yang jahat, akan membawa malapetaka bagi hidup manusia. Adapun sebagaian contoh inti sesajian kepada leluhur/supernatural itu yakni minta berkat kampung (berkak golo lonto/beo), berkat halaman kampung (nataslabar), berkat tempat sesajian dikampung (compang), berkat ditempat air minum (wae teku), rumah tinggal (Mbaru kaeng), kebun tempat bekerja (utama duat/lingko).
2. Penti Kilo
Penti kilo adalah syukuran keluarga dalam satu keturunan leluhur dalam satu sistem keluarga patrilineal, dan dihadiri oleh keluarga kerabat :anak wina,. anak rona, pa’ang ngaung dan hae reba. Syukuran keluarga ini bisa dilakukan dalam tingkat kelurga besar dalam satu turunan, bisa juga dilakukan dalam tingkat keluarga ranting.
3. Penti Ongko Gejur Penti Ongko Gejur (penti-syukuran, bersyukur; ongko/nongkomemetik, memungut, menghimpun, merangkul; gejur-usaha)
Penti nongko/ongko gejur artinya syukuran memungut hasil panen. Acara syukuran seperti ini mirip dengan syukuran tahunan (penti neteng ntaung), karena pelaksanaan syukurannya dilakukan setelah memungut hasil panen tahunan. Hewan sesajian untuk acara syukuran ini adalah kerbau (kaba). Sedangkan hewan lain: kambing (untuk muslim), babi (untuk Nasrani) hanya lauk tambahan. Sesajian utama sebenarnya adalah kerbau.
Proses pelaksanaan pacara Penti
Pelaksanaan upacara Penti dapat dibagi dalam beberapa tahap antara lain:
a. Tahap persiapan upacara
Sebelum dilaksanakan upacara, ada beberapa hal yang merupakan suatu persiapan untuk menyukseskan upacara tersebut seperti: Musyawarah untuk menentukan pemimpin upacara, hewan kurban dan persembahan lainnya; seperti telur ayam kampung, dan sirih pinang.
b. Tahap pelaksanaan upacara
Tahap pelaksanaan upacara Penti terdiri dari beberapa kegiatan acara antara lain: upacara pada saat Barong Wae Teku (Arakan ke Sumber Mata Air), Barong Compang (Arakan ke tempat sesajian), Libur Kilo (Kumpul Keluarga). Dalam pelaksanaan upacara Penti, oleh pemimpin upacara Tua Golo (Tua Adat) diucapkan doa-doa (tudak) sebagai ujud atau permintaan dari masyarakat suku Puntu. Doa (tudak) tersebut menunjukkan bahwa mereka benar-benar percaya bahwa leluhur mereka menjaga, melindungi, serta membimbing mereka sehingga segala aktivitas berjalan dengan baik dan memperoleh hasil yang baik pula.
c. Tahap akhir upacara
Upacara Penti yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat suku Kolang biasanya ditutup dengan beberapa acara seperti: upacara terimakasih kepada arwah-arwah roh nenek moyang, Setelah uapacara tersebut dilaksanakan, dilanjutkan dengan acara peresmian untuk makan padi baru.
Upacara Penti dalam kehidupan masyarakat Puntu memiliki atau mengandung nilai-nilai sebagai suatu simbol yang melambangkan eratnya persatuan dan kesatuan masyarakat (nilai kekeluargaan) serta menunjukkan bahwa masyarakat Puntu percaya pada hal-hal gaib atau dunia tidak nyata (nilai spiritual).
Upacara Penti juga merupakan pendidikan bagi masyarakat (nilai pendidikan) untuk belajar menghargai pemberian Tuhan Sang Pencipta (Mori Jari Dedek) serta belajar bekerja sama dalam menyelesaikan suatu pekerjaan (nilai gotong royong), menjunjung tinggi norma-norma atau aturan-aturan (nilai normatif), dan musyawarah untuk mencapai suatu keputusan (nilai demokrasi), sehingga keberadaannya sangat perlu untuk dipertahankan.
Penulis: Anasia Rista
(Mahasiswa UNIKA St. Paulus Ruteng Prodi PGSD )