Jombang-Di era Pemerintah Presiden Jokowi dengan segala upayanya untuk membangun Negara agar bisa lebih baik dan makmur , salah satunya dengan program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).
Program PTSL ini sebagaimana yang diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2018 dan didukung dengan keputusan 3 menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri ATR/KBPN, dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal serta direncanakan berlangsung hingga tahun 2025.
Meski biaya untuk Jawa – Bali Rp 150.000(Seratus lima puluh ribu rupiah) yang diperuntukan untuk pengadaan patok,materai, dan biaya operasional (penggandaan, angkutan, pemasangan patok dan transportasi) apabila masih dirasakan ada kekurangan patok dikarenakan luas tanah yang memerlukan patok lebih dari 3, atau materai yang memerlukan lebih dari 1, maka penambahan tersebut dipenuhi oleh pengusul sebagaimana barang yang dibutuhkan, bukan berupa uang.
Hal ini sebenarnya telah dilakukan oleh Desa Barongsawahan kecamatan Bandarkedungmulyo kabupaten Jombang yang mana panitianya telah menarik biaya PTSL sebesar Rp 150 ribu perbidang, hanya saja setelah dilakukan kroscek di BPN Kabupaten Jombang, desa ini belum masuk dalam salah satu desa penerima program PTSL tahun 2022.
“Desa Barongsawahan kecamatan Bandarkedungmulyo hingga kini belum masuk sebagai desa penerima program PTSL dan apakah tahun berikutnya yakni tahun 2023 atau 2024 bahkan tahun 2025 saya tidak bisa memastikan,” kata Bambang Setyo Nugroho Kasi pengadaan ATR/BPN Kabupaten Jombang.
Sementara Prayogo Laksono praktisi hukum atas adanya dugaan tersebut menjelaskan,” Penarikan biaya kepada warga atas program kegiatan yang belum jelas sama artinya telah melakukan kegiatan penarikan uang untuk program bodong, hal ini masuk dalam kategori penipuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 378 KUHP.
“Menipu disini adalah membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, sementara yang terjadi di Desa Barongsawahan yang diduga desanya belum masuk dalam program PTSL tapi telah tarik uang, maka panitia telah membujuk dengan memakai karangan perkataan bohong;” jelas Prayogo.
Masih lanjut Prayogo, yang dimaksud dari karangan perkataan bohong adalah, seseorang yang mengatakan seolah olah ada program kegiatan yang memerlukan biaya, dan pembiayaannya meminta kepada pihak lain, tapi hal itu, sesungguhnya kegiatan tersebut belum ada,
“Orang yang melakukan atau yang menyuruh adanya rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun,” pungkas Prayogo.(Ysf)