JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) bersama seluruh kader GMNI se Indonesia berunjuk rasa membawa beberapa tuntutan pada Senin (11/4/2022) di Kawasan Patung Kuda.
Ratusan massa yang hadir bergerak dari Wisma Trisakti, berjalan melewati Tugu Tani, hingga ke kawasan Patung Kuda.
Ketua Umum DPP GMNI, Imanuel Cahyadi, menyampaikan beberapa tuntutan GMNI terhadap Presiden Jokowi saat menyampaikan orasi politik di depan ratusan massa aksi yang ikut demonstrasi, antara lain:
1. Mendesak Presiden Jokowi Menjalankan Reforma Agraria Sejati. Banyaknya permasalahan yang timbul terkait kelangkaan pangan dan tingginya impor pangan disebabkan karena pemerintah hingga saat ini tak menjalankan Reforma Agraria seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960. Justru, yang marak terjadi adalah konflik agraria yang semakin meluas dan pemerintah yang selalu berpihak pada kepentingan konglomerat dan pemilik modal.
Untuk itu kita mendorong agar Presiden Jokowi memiliki political will yang kuat untuk menjalankan Reforma Agraria sejati dengan meredistribusi kepemilikan tanah produktif bagi masyarakat untuk mewujudkan kedaulatan pangan.
2. Menolak Kenaikan Harga BBM. Pemerintah beralasan, kenaikan harga BBM saat ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia saat ini. Namun, hal yang tidak kita sadari adalah bahwa saat harga minyak dunia turun, pemerintah tak kunjung menurunkan harga BBM.
Pemerintah juga beralasan bahwa mereka hanya menaikkan harga Pertamax, namun, terdapat skema licik yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu dengan membatasi distribusi Premium dan Pertalite, sehingga masyarakat akan dipaksa secara bertahap untuk pindah menggunakan Pertamax. Untuk itu, kita harus menolak kenaikan harga BBM demi menjaga harga dan arus distribusi BBM tetap berjalan seperti biasa.
3. Menolak Kenaikan Harga Bahan Pokok. Imbas dari isu kenaikan harga BBM adalah naiknya harga bahan pokok. Hal ini juga menyebabkan kelangkaan beberapa bahan pokok di pasar sehingga sulit untuk dijangkau oleh masyarakat. Pemerintah seharusnya menjaga ketersediaan bahan pokok dan mempertahankan harga bahan pokok tetap stabil, apalagi menjelang perayaan Hari Raya Lebaran.
Walaupun ini adalah pola yang selalu berulang, namun pemerintah selalu gagal mengantisipasi hal tersebut. Terkhusus kelangkaan minyak goreng, pemerintah jangan sampai kalah dengan ulah para pebisnis dan industri yang bermain mengatur ketersediaan dan harga minyak goreng di pasar. Untuk itu, kita harus menekankan peran aktif pemerintah untuk menjaga kestabilan harga bahan pokok dan ketersediaannya agar mudah dijangkau oleh masyarakat.
4. Menolak Penundaan Pemilu. Isu penundaan pemilu telah menimbulkan banyak pro kontra di masyarakat. GMNI dengan tegas harus menolak penundaan pemilu karena itu adalah tindakan inkonstitusional. Kita harus menjaga kedaulatan konstitusi kita dijalankan oleh seluruh pihak tanpa terkecuali, dan jangan sampai terjadi amandemen konstitusi hanya demi memuaskan hasrat politik segelintir elit yang haus akan kekuasaan.
Isu penundaan pemilu ini juga berkaitan dengan postur anggaran APBN yang selama ini selalu direfocusing untuk menghadapi pandemi Covid, sehingga, kedepan terdapat kekhawatiran postur APBN hanya akan menjadi bancakan bagi segelintir elit untuk menambah modal kontestasi pemilu.
5. Menolak Membebankan APBN Untuk Pemindahan Ibukota Negara Baru di Tengah Krisis & Rasio Utang Negara yang Tinggi. Isu pemindahan Ibukota Negara yang dimunculkan oleh pemerintah banyak menimbulkan pro kontra di masyarakat. Apalagi, proses pembuatan Undang-Undang IKN juga tak memenuhi syarat formal pembuatan Undang-Undang karena tak melalui tahap sosialisasi di masyarakat, sama seperti UU Omnibus Law Cipta Kerja yang lalu.
Persoalan berikutnya adalah terkait penggunaan APBN sebesar 20% untuk menanggung biaya pemindahan Ibukota yang diestimasi memakan biaya 466 Trilyun rupiah. Membebankan biaya pemindahan Ibukota terhadap APBN kita untuk hal yang tak bersinggungan langsung dengan peningkatan taraf hidup masyarakat, apalagi ditengah kondisi rasio hutang Indonesia yang tinggi (sebesar 41% dari PDB) adalah hal yang kontraproduktif terhadap kesejahteraan rakyat.
Kita harus mendorong agar pemerintah, yang memiliki ide untuk pemindahan Ibukota negara, memiliki skema pembiayaan pemindahan Ibukota tanpa membebankan APBN, apalagi, ditengah suasana pandemi yang masih belum usai. Belum lagi, salah satu skema pembiayaan proyek IKN adalah dengan melibatkan pendanaan dari BUMN-BUMN. Artinya, postur anggaran pembiayaan proyek IKN nantinya justru akan semakin besar dibebankan pada APBN.
6. Menolak Kenaikan PPN. Isu menaikkan PPN menjadi 11% untuk menambah pemasukan negara melalui pajak, sangat kontraproduktif ditengah kondisi masyarakat yang saat ini sedang berjuang untuk keluar dari krisis ekonomi yang selama ini hancur akibat pandemi Covid. Belum lagi, terdapat isu perluasan objek pajak yang akan diterapkan pemerintah terhadap produk-produk UMKM masyarakat seperti komoditas pertanian & perkebunan, hasil hutan, dan banyak lainnya. Justru, saat ini masyarakat membutuhkan stimulus dari pemerintah untuk menggerakkan roda ekonomi untuk bangkit dari situasi krisis.
Presiden selalu menekankan kepada kabinetnya untuk memiliki sense of crisis terhadap situasi masyarakat saat ini, namun, kebijakan yang diambil tak mencerminkan hal tersebut. Apalagi, disinyalir, isu kenaikan PPN untuk menambah pemasukan negara untuk membiayai proyek IKN. Oleh sebab itu, kita dengan tegas menolak kenaikan PPN.
7. Mendesak Kabinet Jokowi-Ma'ruf Melakukan Evaluasi & Mencopot Menteri-Menteri Berkinerja Buruk. Terkait dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, Presiden selalu memarahi menteri-menterinya yang dianggap tak memiliki sense of crisis. Namun, Presiden dianggap tak konsisten karena melakukan pembiaran tak mengevaluasi dan menghukum menterinya yang tak menjalankan kebijakan sesuai arahan Presiden.
Untuk itu, kita perlu mendorong agar Presiden berani mengambil sikap tegas untuk mengevaluasi dan mengganti menteri-menterinya yang berkinerja buruk dan tak menjalankan instruksi Presiden. Apalagi, menteri-menteri yang justru sering mengeluarkan wacana yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat. (Gie/SN)