Iklan

,

Iklan

GMNI Manggarai dan PMKRI Ruteng Desak Kapolda NTT dan Kapolres Mabar Bebaskan Aktivis Yang di Tahan di Kapolres Mabar

@SerikatNasional
2 Agu 2022, 10:41 WIB Last Updated 2022-08-02T03:41:40Z


LABUAN BAJO - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manggarai dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Agustinus Cabang Ruteng, menyatakan sikap bersama terkait peristiwa penangkapan, penahanan dan tindakan representatif yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap 42 aktivis pelaku pariwisata di Labuan Bajo. 


Sebagaimana diberitakan sebelumnya, 42 aktivis pelaku pariwisata di Labuan Bajo ditangkap oleh aparat Kepolisian Polda NTT bersama Polres Manggarai Barat pada Senin 1 Agustus 2022. Dari 42 aktivis yang ditangkap, 6 orang diantaranya mengalami luka pada tubuh dan wajah Mereka akibat tindakan representatif aparat. 


Pengakuan dari beberapa pelaku pariwisata Labuan Bajo yang lolos dari penangkapan, 42 rekan aktivis mereka ditangkap aparat kepolisian saat sedang melakukan kegiatan bakti sosial pungut sampah di sekitar kota Labuan Bajo dalam rangkaian mogok kerja sebagai bentuk protes kebijakan kenaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo yang berlaku sejak 1 Agustus.  


Selain 42 aktivis pelaku pariwisata Labuan Bajo, seorang Jurnalis media lokal di NTT juga ikut ditangkap sekaligus menjadi korban tindakan representatif aparat Polda NTT dan Polres Manggarai Barat. 


Terhadap peristiwa itu, GMNI Cabang Manggarai dan PMKRI cabang Manggarai menyatakan sikap bersama yaitu mengutuk tindakan representatif yang dilakukan oleh aparat kepolisian Polda NTT dan Polres Mabar terhadap aktivis pariwisata Labuan Bajo.


"GMNI Cabang Manggarai bersama  PMKRI cabang Ruteng menolak keras tindakan represif yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap aktivis di Labuan Bajo, pada 01/08/2022," demikian keterangan tertulis dalam siaran pers bersama kedua organ gerakan mahasiswa yang berpusat di kota Ruteng dan Labuan Bajo itu. 


GMNI bersama PMKRI menilai tindakan represif serta penangkapan 46 aktivis itu merupakan upaya untuk membungkam kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat yang telah diatur dan dilindungi undang-undang.


"Karena itu GMNI dan PMKRI mendesak pihak Kepolisian Resort Mabar untuk segera membebaskan para aktivis yang sementara ditahan. Sebab, penangkapan itu sangat otoriter karena tidak memiliki alasan pelanggaran hukum yang jelas. Kami pun mendesak Kapolri untuk segera mencopot Kapolda NTT dan Kapolres Manggarai Barat, karena tidak mengedepankan pendekatan Humanis dalam merespon sikap protes masyarakat terhadap kebijakan pemerintah,"


Dalam siaran pers bersama kedua organ gerakan mahasiswa tersebut, mendesak Kapolri segera memerintahkan Kapolda NTT untuk menarik aparat Polda NTT yang dikerahkan ke Labuan Bajo. 


"Pengerahan aparat bersenjata laras panjang dalam jumlah banyak adalah sikap yang terlalu berlebihan dalam menanggapi aksi protes masyarakat. Apalagi, Labuan Bajo bukanlah wilayah rawan konflik," 


Selain itu, pemerintah juga diminta agar lebih peka terhadap kebutuhan masyarakat. Aksi penolakan yang dilakukan oleh aktivis dan pegiat wisata Labuan bajo terhadap kenaikan tiket Taman Nasional Komodo sangatlah beralasan. 


"Kami pun menilai kebijakan kenaikan harga Tiket Masuk TNK sebesar 3.75 jt tidak manusiawi dan brutal dalam kondisi endemik. Apalagi rencana pengelolaannya diserahkan kepada PT. Flobamora, yang berpotensi monopoli pariwisata di Labuan Bajo,"


GMNI dan PMKRI juga menilai kehadiran PT. Flobamor dalam urusan pariwisata di Labuan Bajo diduga sebagai corong elit tertentu dalam upaya melakukan privatisasi TNK dan Pulau Padar. 


"Sebab keberadaan PT Flobamor sendiri, tidak memiliki urgensitas dalam upaya konservasi, yang sebetulnya masih bisa dilakukan oleh BTNK. Oleh karenanya, kita mendesak pemerintah Pemprov NTT untuk membatalkan kebijakan kenaikan tarif Tiket Masuk TNK," 


Hormat Kami, atas nama Ketua GMNI Cabang Manggarai, Emanuel Suryadi dan Ketua PMKRI Cabang Ruteng Yohanes Nardi Nandeng. (ID/MSN)