Iklan

https://www.serikatnasional.id/2024/10/blog-post.html

Iklan

,

Iklan

Tolak Kenaikan BBM, GMNI dan LMND Serukan Aksi 8 September

@SerikatNasional
7 Sep 2022, 16:59 WIB Last Updated 2022-09-07T10:00:12Z


SUMBAWA – Pemerintah berdalih bahwa harga BBM Indonesia saat ini merupakan yang termurah di dunia. Namun, berdasarkan data yang ada, harga BBM Indonesia saat ini (khususnya jenis Pertalite) Indonesia bahkan tak masuk dalam 10 besar.


Mengacu data globalpetrolprices.com per 29 Agustus 2022, harga BBM paling murah sebesar 0,022 dollar AS per liter di Venezuela, dan paling mahal sebesar 2,981 dollar AS per liter di Hong Kong. Sementara di Asia Tenggara, harga BBM paling murah adalah 0,457 dolar AS per liter di Malaysia, lalu 1,077 dolar AS per liter di Vietnam, barulah 1,163 dolar AS per liter di Indonesia. Dari data ini, bahkan, apabila disandingkan dengan daya beli masyarakat yang merujuk pada PDB per kapita Negara Indonesia tidak termasuk dalam daftar 5 negara teratas dengan harga “BBM yang terjangkau”.


Karena itu, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Eksekutif Kabupaten (EK) Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Sumbawa akan menggelar aksi besar-besaran ke Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumbawa pada hari Kamis 8 September 2022 untuk menolak terhadap kenaikan harga BBM karena dinilai sesat dan tidak berpihak pada rakyat kecil, Rabu (7/9).


Ketua DPC GMNI Sumbawa, Dendi Muhazan, berdasarkan penilaian dari DPP GMNI itu sangat tepat bahwa klaim pemerintah yang menyebut harga BBM di Indonesia saat ini termurah di dunia maupun terjangkau adalah sesat.


“Bahkan dengan kondisi BBM yang disubsidi pemerintah saat ini, harga ini belum termasuk “murah dan terjangkau” bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, rencana menaikkan harga BBM pasti akan membebani rakyat yang belum pulih dari dampak pandemi Covid-19,” tegas Bung Dendi, sapaan akrabnya.


“Dengan menaikkan harga BBM, maka pemerintah membuka ruang bagi kenaikan inflasi yang berdampak negatif bagi ekonomi nasional. Sejarah mencatat, Indonesia pernah menaikkan harga BBM pada Maret 2005 sekitar 30 persen dan dilanjutkan pada Oktober 2005 sekitar 90 persen, memberi dampak inflasi sebesar 17,11 persen. Pada 2013, bensin mengalami kenaikan sebesar 44,4 dan mengakibatkan inflasi mencapai 8,38 persen pada tahun itu. Pada November 2014, terjadi kenaikan kembali pada harga bensin sekitar 30,8 persen yang mengakibatkan laju inflasi mencapai 8,36 persen,” jelasnya.


“Melihat data tersebut, kemungkinan inflasi Indonesia yang pada tahun ini ditargetkan hanya berkisar 2-4 persen, akan membengkak hingga mendekati 8-10 persen (berdasarkan pengalaman sebelumnya saat terjadi kenaikan harga BBM). Artinya, harga kebutuhan barang masyarakat akan semakin meningkat dan daya beli masyarakat akan merosot tajam,” ungkapnya.


“Hal ini akan berdampak langsung pada perekonomian negara yang saat ini justru ditopang oleh konsumsi rumah tangga sebesar 56 persen. Tingginya laju inflasi juga akan mengakibatkan tingkat kesejahteraan masyarakat semakin menurun yang berujung pada bertambahnya orang miskin di Indonesia,” ujarnya.


Afdhol Ilhamsyah, Ketua EK LMND Sumbawa juga menyampaikan, merespon kenaikan harga BBM Bersubsidi dari sebelum ditetapkannya kenaikan harga BBM, sudah menyatakan sikap untuk menolak kenaikan harga BBM.


“Kami menolak kenaikan harga BBM, apalagi ini BBM bersubsidi karena kita semua menyadari bahwa hampir semua aktivitas atau kegiatan masyarakat membutuhkan BBM. Baik itu kegiatan ekonomi, pabrik dan industri, olahraga, hiburan dan lain sebagainya. Utamanya BBM sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat dalam menunjang mata pencaharian,” ucap Bung Afdhol, sapaan Akrabnya.


Ia juga menjelaskan bahwa situasi dunia termasuk Indonesia yang hari ini sedang memperbaiki diri akibat Pandemi Covid19, tidak seyogyanya bagi saya pemerintah menetapkan kenaikan harga BBM bersubsidi. 


“Ini akan berdampak juga kepada banyak sektor, tentunya semakin mahalnya biaya produksi, operasional, distribusi, tarif publik termasuk mengefek kepada harga barang,” ucap Afdhol.


Masih Afdhol, kenaikan harga BBM juga tidak lepas dari akibat Perang Rusia dan Ukraina yang kemudian mengakibatkan ketidakstabilan distribusi minyak dibanyak belahan dunia, lantaran ketegangan geo politik global. “Sayangnya Indonesia yang mempunyai potensi untuk menjadi penghasil minyak, tidak dikembangkan,” ujar Afdhol.


“Kita menuntut pemerintah agar menurunkan harga BBM dan mendorong Industrialisasi Nasional atau Kilang Minyak Nasional (New), memaksimalkan pembangunan energi baru dan terbarukan guna kemandirian energi di masa depan, serta mempercepat kenaikan royalti Batu Bara dan Pertambangan untuk menutup kebutuhan subsidi,” ungkap Afdhol.


“Melalui kesempatan ini juga kita mendorong Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Sumbawa untuk memproduksi beras dan air minum secara mandiri, dengan memanfaatkan kemitraan bersama retail modern di Kabupaten Sumbawa. Bila perlu ini dibuatkan Peraturan Daerah (PERDA),” harap Afdhol.


“Untuk itu, kami bersama GMNI Sumbawa telah mengkonsolidasikan banyak Organisasi Kepemudaan, Organisasi Kemasyarakatan, BEM Se-kabupaten Sumbawa, juga masyarakat banyak yang ingin terlibat dan akan menurunkan Massa di hari Kamis, 8 September 2022 dengan rute aksi menuju DPRD Sumbawa,” tutup Afdhol. (Hamran)