SUMENEP - Pesantren yang ada di perbatasan Kecamatan Guluk Guluk dan Kecamatan Pragaan yaitu Yayasan Al-Hajar, Pondok pesantren Mambaul-Ulum Minumih Guluk-Guluk Sumenep didirikan oleh KH. Abdus Syarif pada tahun 1940 masih eksis hingga saat ini. |
Pendiri dari Yayasan Al-Hajar tersebut merupakan bagian dari keluarga besar Annuqayah dengan silsilah nasab adalah dua pupu dengan kiai Abdullah Sajjad Bani Sarqawi Annuqayah.
Pondok pesantren ini ada di daerah Guluk guluk Selatan, tepatnya di perbatasan Guluk guluk - Peragaan. Awalnya Ponpes ini merupakan lembaga pengajaran Islam dengan format salaf (tradisional) murni dengan sistem pengajian sorogan. Sebab pada saat itu masyarakat masih sangat haus dengan ilmu-ilmu agama, terutama Al-Quran.
Tak bisa dipungkiri saat itu, ratusan santri kalong datang untuk belajar agama dari berbagai daerah ke pondok pesantren ini. Diceritakan, sejak kecil Abdus Syarif muda belajar ngaji kepada Kiai Abdullah Sajjad, sampai di suatu ketika ia memiliki santri yang sangat fasih dalam ilmu tajwid dan ilmu pengetahuan agama lainnya.
KH. Tsabit Hajar melanjutkan ceritanya, sewaktu muda K. Abdus Syarif pernah di begal oleh sekawanan penjahat, namun akhirnya penjahat tersebut melarikan diri setelah menyaksikan tubuh kiai Abdus Syarif selamat dari senjata musuh. Upaya begal saat itu selesai dengan percuma, karena K. Abdus Syarif tidak bisa di kalahkan.
Kiai Abdus Syarif memiliki dua istri. Istri pertamanya bernama Nyai Andrina dari pernikahannya memiliki keturunan bernama Pak Abdus Samad, K. Mutik (kumuk), dan istri kedua bernama Nyai Nor Sati di karuniai dua anak yang bernama Kiai Hajar suami dari nyai Mahsunah pananggungan Guluk-guluk saudara dari Nyai Mina Pondok Pesantren Annuqayah daerah Latee dan juga Juga saudara dari Kiai Ismail Pakamban Kecamatan Pragaan. dan Nyai Suliha istri dari K. Madnawi Saccang saudara dari Nyai Misrati, Nyai Saiyam, dan Nyai Pusiyeh putra dari Alm. Kiai Syafiin (putra juk Andrina saudara juk talang kemmisan Guluk-guluk, Juk Nia, juk delima, Juk Dedi, Juk langger) dan Nyai Misari (putri Juk sappar). (Hasil Wawancara dengan Kiai Suhama putra nyai Misrati)
Dari pernikahan kiai hajar dengan nyai Mahsunah memiliki keturunan Nyai. Hafidhah, Kiai Tsabit Hajar, Nyai Subek, Nyai Muhlisah. Sementara keturunan dari nyai Suliha istri dari K. Madnawi Saccang adalah Kiai Mursidi (alm), Nyai Miani, Nyai Marbahah, Kiai Subairi, Kiai Ghafir (Pak Samsi), Kiai Idris.
Kiai Abdus Syarif dikenal sebagai sosok figur yang sederhana dalam banyak hal. Kesederhanaan dalam sikap identik dengan perilaku tawadhu’ dan selalu mengalah serta tidak pernah memaksakan kehendaknya walaupun itu dianggapnya baik. Kesederhanaan dalam gaya hidup sangat tampak dalam cara beliau berpakaian.
"Beliau jarang membeli baju baru kalau yang ada masih dianggap layak pakai dan baik," Dawuh KH. Sabit Hajar.
Kesederhanaannya dalam gaya hidup bukan berarti belau tidak mampu secara ekonomi. Belaiu adalah seorang pekerja keras dan memiliki naluri wiraswasta yang baik.
Kecukupan secara ekonomi dan pola hidup yang sederhana membuat beliau dikenal sebagai orang yang dermawan. Para fakir miskin yang datang meminta bantuan selalu pulang dengan senyuman. Beliau juga dikenal sangat rajin dalam berda’wah. Dengan majlis dzikir Kalimatut Tauhid-nya beliau rajib berkeliling dari kampung ke kampung di seputar untuk menyebarkan da’wah pada umat. Beliau juga dikenal sebagai pribadi yang tidak pernah memilih-milih status sosial yang akan dikunjungi.
"Bagi belaiu mengunjungi rakyat biasa sama berharganya dengan mengunjungi ulama atau pejabat. Pengabdian Kiai Abdus Syarif pada ilmu, santri dan pesantren tentu tidak diragukan lagi. Dirinya dikenal istiqamah dalam mengajar," Jelas KH. Sabit pada santrinya.
Bahkan, mendidik santri adalah tugas utama yang sangat beliau prioritaskan dibanding tugas da’wah di luar. Sebagai pengasuh utama di pondok pesantren Mambaul-ulum, beliau menerima tanggung jawab itu sebagai amanah yang dilaksanakan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan.
Masih sangat banyak hal yang ingin dilakukan dan akan terus dilakukan oleh beliau ke depan baik yang berkaitan dengan pesantren Mambaul-ulum secara khusus maupun perjuangan menegakkan syariah dan pemberdayaan umat secara umum. Namun, Allah berkehendak lain, beliau wafat setelah mentunangkan Nyai Zulaiha bersama Kiai Mursidi asal blok Saccang, Guluk-Guluk.
Pada tahun 1984, madrasah diniyah (madin) Mambaul-Ulum didirikan oleh Kiai Tsabit Hajar Putra Kiai Kiai Hajar sekaligus cucu Kiai Abdus Syarif. Dalam buku keterangan pondok pesantren Kiai Tsabit Hajar berjuang begitu keras untuk membangun pondok dan ruangan kelas, sehingga dalam kurun waktu tiga tahun beliau berdagang tembakau meski sebelumnya belum pernah berdagang. Akhirnya Kiai Haji Tsabit Hajar mendapatkan keuntungan besar, pembangunan pondok dan ruang kelas dapat terealisasikan dengan baik.
Madin ini menitikberatkan pada pendidikan ilmu agama dengan sistem klasikal dari kelas 1 sampai kelas 6 ibtidaiyah yang di kepalai oleh Kia Haji Thaha. Pada saat itu, KH. Thaha bukan hanya fokus pada Kegiatan Belajar mengajar, ia juga ikut terjun langsung untuk pembangunan Masjid Al-Mujahidin (Sekarang).
Akhirnya dengan perkembangan zaman, Kiai Thaha menyerahkan jabatannya kepada Ustadz Moh Junaidi salah satu Santri Annuqayah. tak lama dari berputarnya waktu Ustadz Mohammad Junaidi ini dinikahkan dengan Nyai Mahfudhah Putri Kiai Tsabit Hajar yang kedua, tidak lama dari pernikahan tersebut Nyai Mahfudah meninggal dunia. Akhirnya Kiai Tsabit Hajar mengambil kepusan yang tepat, Ustadz Mohammad Junaidi dinikahkan dengan Nyai Muhsinatun adik dari Nyai Mahfudhah.
TK Islam mulai dirintis pada Tahun 1999/2000 K. Asis Wahyudi bersama yang lainnya bahu membahu tampa mengenal lelah untuk mencerdaskan anak anak dilingkungan pondok pesantren.
Pada tahun SMP Terbuka mulai dirintis 2003/2004 oleh Kiai Asis Wahyudi suaimi Neng Ainun Jariah putri Nyai Tamamah dan KH. Fauzi yang pertama. Tak hanya sendiri Kiai Asis Wahyudi dibantu oleh Kiai Tamam Subaidi menantu Kiai Zubairi dalem timur bersama Ustatz Akfan dari patapan.
Melihat geliat masyarakat dalam pendidikan, akhirnya pada tahun 2009 sekolah formal kembali didirikan oleh Kiai Asis Wahyudi di bantu oleh teman karibnya yang bernama Ustadz Ali Ridha Alumni Annuqayah.
SMK TKJ (Tehnik Komputer & Jaringan) berhasil di rintis, Ilmu computer menjadi target demi bersaingnya anak didik dengan dunia global, tapi bukan malah meniadakan klasikal pembelajaran agama melainkan memambah kombinasi dan kesetaraan perkembangan jaman, ini semua mendapat sambutan cukup baik dari masyarakat di lingkungan sekitar maupun dari kawasan lain. Perjalanan waktu kejayaan begitu cepat, kedatangan santri Annuqayah Lubangsa asal Batang-Batang menambah warna keemasan di pondok pesantren Mambaul-Ulum. Kemajuan yang pesat telah tampak di pondok pesantren ini.
Keunikan dari SMP Terbuka dan SMK TKJ adalah siswanya diwajibkan mengikuti pelajaran kitab kuning bagi yang mondok ataupun yang kalong, sehingga peserta didik betul-betul mengalami transformasi total baik dalam keilmuan maupun perilaku ketika mereka lulus dari Pesantren. Di Pondok pesantren ini, Pengasuh menduduki posisi tertinggi dalam hirarki kepemimpinan pesantren.
Pengasuh pertama Pondok Pesantren adalah Kiai Abdus Syarif. Setelah beliau wafat, pimpinan pesantren dipegang secara kolektif oleh putra dan menantu beliau di bawah nama Dewan Pengasuh. Dewan Pengasuh terbagi menjadi Dewan Pengasuh Harian dan Dewan Pengasuh Konsultatif.
(Dihimpun Dari Berbagai Sumber/Red)