Oleh: Sulaisi Abdurrazaq
(Penasehat Hukum Fauzi As)
DOSA penjahat cyber yang paling dahsyat adalah fitnah berbalut jurnalisme dengan framing jahat dan menyerang kehormatan.
Celakanya, tampak seolah-olah benar meski nyatanya sesat-menyesatkan, hoax dan bohong.
Korban kejahatan ini salah satunya adalah Fauzi As, aktifis-pengusaha dan public figure di Sumenep, yang memilih diam dan bertahan karena lawannya tak "berkelas."
Reputasi Fauzi di- downgrade sedemikian rupa oleh beberapa pihak yang saling berkolaborasi untuk "menghajar" Fauzi.
Dari Sunanto (Kepala Desa Buddi Arjasa Sumenep), H. Syafiuddin alias H. Piu, (Panitera Pengganti di salah satu Pengadilan yang sekaligus berprofesi di LSM ) sampai oknum Polisi yang potensial diberi sanksi PTDH karena "Samboistik."
Serangan kolaboratif diluncurkan melalui portal berita berikut:
1. Jurnalsekilas.com
2. ForumNusantaraNews.com
3. Persbayangkara.com
4. Chibernews.co.id
5. eljabar.com
Framing jahatnya menekankan seolah-olah Fauzi Makelar Kasus. Cara yang dilakukan, membuat Laporan Polisi lalu dijadikan amunisi menyerang lewat dunia cyber.
Peristiwanya: tak ada angin tak ada hujan. Sunanto, diantar wartawan dari salah satu perusahaan media nasional, meminta bantuan Fauzi agar dicarikan lawyer.
Fauzi tawarkan Advokat Kurniadi. Sunanto sepakat, akhirnya bersama temui Kurniadi, terjadi akad, honor ratusan juta. Lalu tanda tangan Surat Kuasa.
Sunanto TF dan bayar cash honor melalui Fauzi, meminta agar Fauzi memberikan pada Kurniadi. Honor diberikan, utuh.
Kurniadi bekerja, dengan cepat dan proporsional untuk memenuhi harapan klien. Akhirnya, masalah klien yang paling mendesak dan paling dikeluhkan, teratasi.
Ketika Kurniadi lagi onfire bekerja, tiba-tiba, Sunanto mau cabut kuasa. Mendesak Fauzi meminta uang kembali. Aneh, ada yang tak beres. Sempat curiga, karena istri H. Piu juga pengacara. Sementara yang bekerja menagih duit, H. Piu. Salah satu alasan H. Piu karena Sunanto minta tolong dan Sunanto ponaannya.
Belakangan, ada rumor, salah satu pengacara lawan Fauzi adalah istri H. Piu. Itu perlu dikonfirmasi langsung ke H. Piu, saya dapat rumor hanya lewat screenshoot WA kawan ke H. Piu langsung.
Fauzi tak respek, karena Sunanto tak pakek tatakrama. memposisikan Fauzi sebagai "tangga" dan "sapi perah". Diksi dan pilihan bahasa Sunanto terhadap Fauzi tidak sopan, Fauzi persilahkan Sunanto melapor polisi, jika merasa benar.
Sunanto minta bantu H. Syafiuddin alias H. Piu yang bersama-sama dengan orang lain mengaku pengacara baru Sunanto temui Kurniadi. Padahal belum ada pencabutan kuasa.
Kurniadi illfeel, karena sudah bekerja dengan baik, malah minta honor kembali. Akhirnya, Kurniadi bertahan dan tak memberi info utuh. Karena ada yang aneh. Ibaratnya, Kurniadi sedang menggarap lahan, lalu garapannya dirampas. Tidak etis. Kata orang Madura, ta' tao tengka.
Sunanto marah, lalu melapor polisi. Sebelum melanjutkan laporan, Sunanto koordinasi dengan salah satu Polisi "pemain", akhirnya lanjut dan keluar LP.
Atas dasar itu Fauzi dituduh makelar kasus. Tapi saya nilai, ngaur. Bagaimana bisa pihak yang membantu mencarikan pengacara dituduh makelar kasus.
Bagi saya, Fauzi itu makelar kasus kalau meminta bantuan orang agar perkaranya dihentikan. Itu baru makelar kasus.
Supaya jelas siapa sebenarnya yang makelar, apakah Sunanto, H. Piu, oknum polisi atau Fauzi, sebaiknya kasus dibuktikan.
Lewat kasus ini kita uji, apakah Fauzi ayam jantan atau ayam betina. Ayam tarung atau ayam potong. Kita bikin lebih terang, siapa sebenarnya makelar kasus.
Kita akan lihat, jika dilakukan upaya hukum, media-media yang mereka gunakan, yang rajin dishare oleh H. Syafiuddin, dapat bertahan atau tidak.
Rekan-rekan saya banyak yang menilai, profesi H. Syafiuddin sebagai Panitera Pengganti seolah-olah hanya sampingan, profesi utamanya LSM.
Cek aja google, buka media. Yang dikomplain pasti karena H. Syafiuddin "raja" bolos di Pengadilan, tapi serius di dunia LSM-nya. Berlagak aktifis. Orang begitu pasti terus di-profiling temen-temen jurnalis.
Terkait dengan dugaan "polisi pemain", terdapat beberapa data yang saya terima, termasuk record testimoni dari beberapa korban. Lagi-lagi uang. Nanti kita laporkan secara etik dengan harapan keluar rekomendasi PTDH, supaya tobat nasuha.
Untuk profesi Panitera Pengganti, harus dilakukan upaya ke Bawas. Karena tindakannya menyebabkan terjadinya conflic of interest.
Meski absen kehadiran rapi, berdasarkan temuan wartawan, ia hanya suka absen pagi, sehabis itu pulang atau beralasan sakit. Absen sekadar nitip. Benar tidaknya, biar Bawas yang periksa.
Selanjutnya, mengenai portal berita, kita Surati dulu Sunanto, benar nggak tuduhan makelar kasus dan tuduhan penipuan berasal dari dirinya. Jika benar, dia telah menebar fitnah dan menyerang kehormatan Fauzi. Jika tidak, berarti wartawannya ada yang men- driving. Allahu a'lam. (*)