SUMENEP (SERIKAT) - sebelum unjuk rasa di depan kantor Polres Sumenep, masa aksi berkumpul di kantor Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (DPC AWDI) Kabupaten Sumenep.
Terlihat, berdatangan sejumlah wartawan dari berbagai media dan aktivis. Selain itu datang puluhan Masyarakat dari keluarga Korban dengan mengendarai mubil pick up warna hitam bersatu dengan masa aksi.
Selanjutnya, masa aksi berangkat dari titik kumpul menuju polres Sumenep dalam rangka menyampaikan beberapa tuntutan jurnalis sumenep.
Hal ini dikarenakan, Kemerdekaan pers di Tanah Air khususnya di Kabupaten Sumenep, saat ini benar-benar telah dihadapkan pada masa depan kelam pasca pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. Sejumlah ketentuan di dalamnya sangat berpotensi menjerat wartawan dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik.
"Khususnya bayang-bayang ancaman Kriminalisasi dari para oknum yang tak bertanggung jawab seperti kepala desa dan mantan kepala desa Batuampar yang secara terang-terangan melakukan tindakan kriminal kepada dua rekan jurnalis asal Kabupaten Sumenep," ujar Sudarso selaku Korlap aksi.
Atas dasar tersebut lanjut Sudarsono, Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (DPC AWDI) Kabupaten Sumenep menuntut Kepolisian Resor Sumenep untuk tidak melecehkan UU 40.
" Tegakkan undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers, usut tuntas dan tindak tegas para pelaku kekerasan yang brutal terhadap wartawan," ujarnya dalam keterangan persnya.
Dan juga lanjut Sudarso, segera para pelaku ditindak dengan cepat agar situasi damai di Sumenep tidak menjadi Pemberitaan Viral
" Polres Sumenep harus segera menangkap dan penjarakan Kades dan mantan Kades Batuampar," tegasnya.
Padahal, dijauh jauh hari Bambang Hodawi, SH menyampaikan, polres Sumenep telah mengabaikan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers.
"Sama saja polres sumenep mengabaikan UU No 40 tahun 99 tentang pers," tegas Bambang melalui keterangan tertulisnya. Rabu (29/3/2023).
Bambang kembali menjelaskan, bahwa tidak dipanggil dan ditangkapnya pelaku penganiayaan terhadap dua insan pers tersebut telah mengundang spekulasi di ruang publik.
Sehingga kata advokat kondang ini, jangan salahkan tokoh masyarakat, aktivis, dan para Advocat sebagai bagian dari penegak hukum di negeri ini jika menanggapi miring soal Aparat Penegak Hukum (APH).
"Seharusnya polisi bergerak cepat untuk mengusut tindak pidana penganiayaan yg terjadi pada wartawan tersebut, karena tindakan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh mantan kades dan kades Batuampar beberapa hari yang lalu sama dengan telah melecehkan profesi pers, dimana pers itu merupakan salah satu pilar dalam negara demokrasi,"
Sehingga, tindakan kepolisian yang mengulur-ngulur waktu hingga saat ini belum melakukan pemanggilan terhadap terduga pelaku penganiayaan tidak jauh berbeda dengan mengabaikan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Sebab kata dia institusi kepolisian merupakan lembaga penegak hukum.
"Jadi menurut saya tidak ada alasan apapun polisi mengulur-ngulur proses penegakan hukum terhadap pelaku penganiayaan tersebut apalagi syarat formil dan materilnya sudah terpenuhi," pungkasnya.
(RAS/RED)