Literasi - Diusianya yang Ke - 63 Tahun ini, PMII Sebagai Organisasi yang menjunjung tinggi Taqwa, Intelektual, Profesional, dalam lembaran sejarah perjuangan yang panjang, PMII selalu eksis memperjuangkan hak-hak mahasiswa dan masyarakat umum.
Dalam hal ini, Reorientasi PMII Berkemajuan muncul sebagai suatu upaya untuk mengembalikan PMII pada posisinya sebagai organisasi yang memiliki peran strategis dalam pengembangan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh PMII adalah misteri kematian nilai-nilai luhur. Sebagai organisasi yang didirikan berdasarkan nilai-nilai Islam, PMII harus senantiasa mempertahankan dan memperkuat nilai-nilai tersebut agar tidak tergerus oleh nilai-nilai yang kurang relevan dan bertentangan dengan ajaran Islam.
Misteri kematian nilai luhur di PMII muncul karena adanya fenomena pergeseran nilai-nilai yang terjadi dalam masyarakat. Fenomena ini juga terjadi pada organisasi-organisasi Islam lainnya di Indonesia, di mana nilai-nilai yang dianggap penting dalam Islam mulai dikesampingkan oleh nilai-nilai yang bersifat materi dan hedonisme.
Dalam konteks PMII, misteri kematian nilai luhur dapat dilihat dari perubahan pola pikir dan tindakan kader yang semakin jauh dari nilai-nilai yang seharusnya diperjuangkan. Misalnya, keengganan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial atau politik yang dianggap kontroversial atau terlalu berisiko, serta kurangnya rasa tanggung jawab untuk mengembangkan diri serta memberikan kontribusi positif pada agama dan bangsa.
Kembali lagi pada nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh PMII adalah kemandirian. Kemandirian ini bukan hanya sebatas kebebasan dalam berpikir dan bertindak, tetapi juga meliputi kemampuan untuk mandiri, ditambah dengan pentingnya mengedepankan sosial dan kemanusiaan yang akhir-akhir ini sepertinya, kurang diperhatikan, PMII memandang bahwa kemandirian ini sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan bangsa Indonesia.
Kader PMII harus terus berperan aktif dalam memajukan bangsa dan menghasilkan generasi muda yang mandiri, berintegritas, dan bertanggung jawab, seperti yang sudah termaktub dalam tujuan suci PMII.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) organisasi kaderisasi yang berusaha mencetak generasi penerus bangsa yang berlandaskan Nilai Dasar Pergerakan (NPD), Ahlussunah Walljama'ah (Aswaja), Dan Pancasila. Sebagai organisasi kemahasiswaan PMII mampu mencetak generasi yang mampu bersaing dalam situasi dan kondisi apapun.
Adaptasi pola gerakan kader PMII kini sudah menuju Era moderenisasi yang seluruh aspek kehidupan kader PMII ini tak luput dari Teknologi Komunikasi dan informasi. Dalam pergerakan kader PMII ini selalu didamping dengan Paradigma Kritis trasformatif yang pada dasarnya pola fikir dan sikap kritis ini sebenarnya sudah muncul pada zaman Immanuel kant. Pemikiran ini muncul sebagai responds ata kebekuan pemikiran karena didalam dogmatis empirisme dan rasionalisme. Dalam sejarah Immanuel Kant mendobrak kejumudan ini dengan suara faham yang disebut dengan filsafat kritisme. Pola fikit kant ini akhirnya di kembangkan oleh Fitche, Hege hingga karl marx. Makna singkat dari paragdikma kritis tranformatif dalam PMII adalah setiap kader PMII yang mengkritisi sesuatu harus di sandingkan dengan saran dan inovasi yang membangun.
Berbicara aktivitas pergerakan takluput dari tugas tugas kemanusiaan karena rata-rata kader PMII berasal dari kamu terpelajar "Mahasiswa" yang dituntut untuk menjalankan Tridarma Perguruan Tinggi. Sebagai mahasiswa yang berlandaskan NDP, yang termaktub didalamnya hablumminan nas (hubungan antaran manusia dengan manusia) harus peka terhadap realitas sosial yang ada di sekitar nya. Tugas mulia mahasiswa yaitu membantu untuk menyelesaikan masalah yang di maysarakat sekitar, bukan menjadi beban!
Orientasi gerakan mahasiswa sudah saatnya berubah. Dari paradigma lama menuju paradigma baru yang mencerahkan. Pengaderan dengan demikian menjadi sangat penting untuk menyiapkan para pemimpin ke depan. Sudah saatnya PMII mereorientasi pengaderan. PMII harus mengubah paradigma pengaderan dari normatif ke transformatif. Artinya, pengaderan harus mampu mengubah perilaku dan pola pikir sektarianisme menuju pluralisme.
Dari aspek keislaman, misalnya, wajah keislaman PMII bukanlah berwajah transnasional, tetapi bertumpu pada konsep nation-state. Corak pemikiran keislamannya bukanlah skripturalis-fundamentalis atau ekstrem, melainkan inklusif dan plural. PMII harus mempertahankan NKRI sebagai sebuah bentuk negara yang final.
Doktrin tawasut, tawazun, dan tasamuh semestinya menjadi paradigma berpikir dalam berorganisasi. Dengan demikian, PMII tidak menjadi gerakan ekstrem, baik kanan maupun kiri. Pola pikir seperti ini harus menjadi perhatian sebagai bentuk dari melestarikan perjuangan the founding fathers.
Peran PMII akan penting dan bermakna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara jika orientasi dan sensitivitas kepeduliannya dikedepankan. Ini sejalan dengan dua ciri utama sesuai namanya: keislaman dan keindonesiaan. Dua ciri utama itu menjadi platform pergerakan. Pilihan nama sebagai ’’pergerakan’’, bukan ’’himpunan’’ atau ’’ikatan’’, tentu juga memiliki reasoning tersendiri. Dengan nama tersebut, mahasiswa diharapkan dapat berkiprah dan berperan aktif dalam menegakkan kebenaran di negeri ini. Hal ini sejalan dengan cita-cita luhur the founding fathers yang tertuang dalam mars PMII, yaitu ’’ilmu dan bakti kuberikan, adil dan makmur kuperjuangkan.” Artinya, mahasiswa tidak bisa lepas dari pergumulan akademik-keilmuan, Dan, sebagai pergerakan, ia harus dinamis mengusung wacana keislaman khas Indonesia sehingga corak keislaman Indonesia akan tergantung di atas pundak kader-kader.
Penulis: Fahrur Rozy Mahasiswa IAIN MADIRA Faktultas tarbiyah