Sumenep (Serikatnasional.id),- Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Sumenep, pertanyakan kinerja Tim-Satgas pemberantasan rokok ilegal di Kabupaten Sumenep, mereka melakukan aksi demonstrasi ke depan gedung DPRD setempat, (Jum'at, 20 Oktober 2023).
Pasalnya yang selama ini dijadikan sasaran operasi diduga hanya driver penerima jasa antar rokok dan toko kelontong, bandarnya masih saja bisa beroperasi. Alimuddin menuding jika mau bicara soal keadilan rokok ilegal sangat membantu perekonomian masyarakat, dan pemerintah melarang masyarakatnya sejahtera.
"Kalau mau bicara keadilan semestinya tidak ada yang dirugikan, sebab beredarnya rokok ilegal ini tidak ada sepeserpun uang negara yang diambil. Lalu mengapa Tim-Satgas hanya menjarah toko kelontong dan menangkap para driver itu," tegas dalam orasinya.
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau atau disingkat DBH CHT adalah bagian dari Transfer ke Daerah yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/ atau provinsi penghasil tembakau untuk mewujudkan prinsip keadilan dan keseimbangan dalam pengelolaan APBN.
Berdasarkan peraturan mentri keuangan RI Nomor 2/PMK.07.2022 tentang rincian (DBHCHT) Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau 2022 kabupaten sumenep mendapatkan lebih 36 miliyar, sedangkan akumulasi tahun 2023 ini sebesar Rp56 miliar, yang terdiri dari Rp4 miliar dana tambahan, Rp10 miliar sisa tahun lalu dan dana awal Rp42 miliar yang didapat di tahun 2023.
Ketentuan mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBHCHT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.07/2021 dengan pokok pengaturan sebagai berikut:
40% untuk Kesehatan
50% untuk Kesejahteraan Masyarakat
30% Peningkatan Kualitas Bahan Baku, Peningkatan Keterampilan Kerja dan Pembinaan Industri
20% Pemberian Bantuan
10% untuk Penegakan Hukum
Pemerintah beranggapan beredarnya rokok ilegal ini dirasa merugikan negara karena tidak memiliki dampak yang positif, berbeda dengan dengan rokok yang legal atau bercukai dampak positifnya dari cukai dikelola mentri keuangan dan disalurkan kembali kepada masyarakat melalui (DBHCHT) Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
"Fakta dilapangan dalam memberantasa rokok ilegal di sumenep terkesan tidak serius dan hanya main-main saja bahkan bisa dikatakan hanya untuk buang-buang anggran jangan-jangan demikian, kenapa bisa begitu? karna sampai detik ini belum ada yang mampu menangkap bandar rokok ilegal ini, yang ditangkap hanya kacung-kacungnya saja, yang jadi tersangka hanya supir yang menerima jasa angkut barang tersebut, hanya mampu melakukan penjarahan di toko-toko kelontong, dan membuat stiker, benner saja."
"Padahal yang mereka tangkap hanya mencari sesuap nasi, dan jika tidak serius dengan penegakan ini semestinya tidak perlu ada slogan stop rokok ilegal karena itu hanya pencitraan," Alimuddin saat berorasi.
10% dari 56 Miliyar DBHCHT tahun 2023 yang diterima Kab.sumenep itu bukan angka yang kecil, maksudnya adalah jika penegakan hukum terkait pemberantasan rokok ilegal ini dilakukan secara signifikan maka harusnya mampu mengungkap bandar rokok ilegal ini, namun pada kenyataannya kan tidak seperti itu yang ditangkap hanya supir pengangkut roko ilegal, menjarah toko-toko kelontong yang mereka hanya menerima jasa untuk menyambung hidupnya sementara bandar rokok ilegal tersebut dibiarkan begitu saja, bersayapkan uang kertas. Omong kosong jika Bupati, Ketua DPR, KEJAKSAAN, KAPOLRES, Kepala Satpol PP tidak tau dalang rokok ilegal ini, bahkan sampai sekarang masih dibiarkan produksi dan semua orang tau siapa pemiliknya itu, lobi sana lobi sini itu sudah menjadi rahasia umum yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat dengan produsen sehingga si produsen merasa aman dirinya karena sudah dilindungi.
Dalam hal ini DPRD Sumenep memiliki peran penting sebagai fungsi pengawasan anggaran, sebagai fungsi kontrol kebijakan, komisi I Bidang Hukum dan Pemerintahan, komisi II bidang kehutanan dan pertanian mestinya tau persoalan ini. Bahkan DISPERINDAG pun juga harus bertanggung jawab, karena dinas ini adalah kepanjangan tangan dalam mengatur lajur perekonomian disumenep termasuk bea cukai ini. jikalau proses penegakan hukum terhadap rokok ilegal ini untuk main-main saja, kenapa 10% dari DBH CHT kabupaten sumenep itu tidak diperuntukkan ke hal yang lain, masih banyak jalan-jalan yang rusak, masih banyak rakyat miskin kenapa kok tidak mereka saja yang diselamatkan hidupnya.
"Apabila tidak sanggup maka jangan ganggu mata pencaharian rakyat, dengan apapun caranya bahkan dengan menjual rokok ilegal." ***