Kolom (Serikatnasional.id),- Tepat di tanggal 20 November 2023, Ngiung! Ngiung! Ngiung!. Suara sirine itu tidak asing di telingaku, berasal dari sebuah mobil ambulance yang melaju sangat kencang dan di ikuti oleh serombongan keluarga jenazah di belangkannya.
Mobil ambulance melintas membuatku kembali merindukan sosok papa. Rindu yang terus mengalir untuknya, papa yang sangat dekat denganku. Semasa aku kecil hingga ajal menjemputnya. Kerinduanku akan sosok penuh kehangatan. Papa yang selalu menjadi idolaku.
Banyak yang mengatakan bahwa cinta pertama anak perempuan adalah papanya, maka itu berlaku juga padaku. Aku sangat cinta pada papa. Jatuh cinta, mungkin saat aku berada pada rahim mamaku.
Papa menjadi panutan dari perjalanan hidupku . Kisah hidup yang papa ceritakan padaku menjadi motivasi bagiku untuk melakukan segala hal dengan baik. Berjuang meraih impian dengan usaha yang keras, berdoa dan berpasrah pada sang pencipta atas hasil dari perjuangan itu.
Masih lekat dalam ingatanku, ketika aku bersandar di pangkuannya, papa tidak pernah sama sekali marah kepadaku walaupun aku melakukan hal yang membuat dia kesal. Senyum hangat yang malah dilontarkan kepadaku.
Banyak hal menjadi kenangan indah bersama papa. Kado istimewa yang pernah papa berikan masih kusimpan rapat-rapat. Hadiah spesial di hari bertambahnya usiaku. Kala itu, aku duduk di bangku kelas 1 SMP, langit mulai menjadi gelap, aku berdiri, bersandar di daun pintu berwarna coklat. Sembari menunggu papa pulang.
“Wah ada yang ulang tahun ya?” suaranya mengagetkan yang tengah berjongkok di samping pintu.
“Yeahyyy! Papa sudah pulang” sahutku sumringah melihat papa sudah ada di hadapanku.
“Papa punya hadiah spesial buat Kakak” ucapnya sabil memberikan hadiah tersebut kepadaku.
Aku bahagia sekali saat itu. Papa yang memberikan punggungnya untuk aku naik, tangan kokohnya melengkung di kaki kanan dan kiriku. Papa lalu bangkit menggendongku, berlari kecil memutar tubuhku. Begitu bahagianya aku saat itu.
Usiaku saat itu menginjak tiga belas tahun. Hadiah istimewa dari cinta pertamaku. Kebahagiaan yang tak pernah sirna walau kini telah tiada.
Aku tertawa bahagia. Kupeluk erat tubuhnya. Bauh khas keringatnya terus melekat hingga kini. Hadiah teristimewa yang kudapat sepanjang hidupku. Sebuah bukti cinta kasihnya kepadaku. Meski wajah teduh tidak dapat lagi kurabah, namun bingkai kenangan itu menjadi penawar rasa rinduku pada papa. Papa yang menjadi idolaku, pujaan hati gadis kecilnya hingga sekarang.
Wahai sang pencipta, atas perintahmu papa kembali padamu. Atas kasih sayangmu papa berpulang ke pangkuanmu. Ku titipkan salam rinduku untuk papa. Mohon jagalah ia, seperti ia menjagaku dulu. Kasihi ia, seperti aku cintanya padaku. Rindu ini akan selalu ada untukmu papa. (Dinda)