JAKARTA (Serikatnasional),- Kemerosotan demokrasi dan ekonomi di Indonesia menyulut kaum perempuan untuk turun ke jalan. Mereka yang mengatasnamakan diri "Perempuan Indonesia Geruduk Istana" menggelar unjuk rasa, Jumat (8/3/2024).
Berkumpul di depan Kantor Bawaslu RI, Jalan M.H Thamrin, Menteng, Jakarta Pusat sejak pagi hari, mahasiswi hingga kaum ibu itu pun memulai long march ke lapangan silang Monas yang berada di seberang Istana Kepresidenan Jakarta, sekitar pukul 08.30 WIB. Mereka berdandan kasual. Mengenakan kaos hitam, bercelana jins, dan bersepatu kets.
Beberapa ada yang mengenakan topi dan kacamata hitam demi menghindari terik matahari. Tetapi lebih banyak yang tanpa penyekat dan membiarkan kulit mereka disinari mentari pagi. Sejumlah tuntutan tertulis di dalam poster yang mereka angkat tinggi-tinggi ke udara. "Aku mau Indonesia tanpa oligarki," tulis salah satu poster. "Mau lebaran tapi beras mahal," demikian tulis poster lain.
Sesekali, mereka meneriakkan tulisan yang ada di poster sehingga membuat pengendara kendaraan bermotor yang melintas, menoleh.
Saat long march, massa mengumandangkan yel-yel dengan kompak. Yel-yel itu berisi permintaan agar Presiden Joko Widodo bertanggung jawab atas merosotnya demokrasi dan perekonomian Indonesia.
Long march itu sendiri berjalan kondusif. Massa berjalan di sisi kiri jalan serta hanya mencaplok satu ruas. Kendaraan bermotor melaju di ruas tengah dan kanan. Sejumlah polisi berjaga sembari mengatur lalu lintas supaya tetap mengalir. Hingga pukul 09.43 WIB, massa masih melakukan long march menuju tempat Presiden Joko Widodo beraktivitas sehari-hari. Aksi unjuk rasa ini diketahui digelar mengambil momentum Hari Perempuan Internasional.
Tanggal 8 Maret diperingati sebagai tonggak sejarah perjuangan perempuan seluruh dunia untuk mencapai kesetaraan, pemenuhan hak-hak, dan pengakuan atas Hak Asasi Manusia. Massa Perempuan Indonesia Geruduk Istana sendiri menyoroti sejumlah kemerosotan demokrasi yang terjadi di dalam negeri selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Antara lain melanggengkan kekuasan oligarki dan kekerasan yang mentarget para pejuang keadilan serta impunitas pada para penjahat HAM, DPR yang dinilai tidak menjalankan fungsi check and balances, dan Jokowi yang dinilai melakukan pengkondisian politik dengan tujuan mempertahankan pengaruh dan kekuasaannya.
(D.Wahyudi)