Jakarta (Serikatnasional.id),- Ketua Umum Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menanggapi kemungkinan risiko pencucian uang lewat transaksi kripto yang tengah dikhawatirkan Presiden Joko widodo.
Saat ini kata Mahendra, pengawasan aset kripto masih dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Namun, jika sudah berpindah ke OJK, pasti pihaknya akan mengawasi hal tersebut.
"Pada gilirannya nanti kami sebagai anggota Tim TPPU ini punya kewenangan untuk memantau hal hal tadi termasuk juga apakah penggunaannya beririsan dengan pemakaian rekening atau jasa dari lembaga jasa keuangan lain," ungkap Mahendra kepada wartawan di Istana Negara, seperti dikutip CNBC Indonesia Rabu, (17/4/2024).
Meski belum ada kewenangan pengawasan terhadap aset kriptonya, Ketua Umum Dewan Komisioner itu menegaskanbahwa pihaknya sudah memegang kewenangan untuk penyelidikan hingga penyidikan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dilansir CNBC Indonesia, Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) harus dilakukan secara komprehensif. Terutama pada pola-pola baru yang menggunakan aset digital.
Hal ini diungkapkan Jokowi dalam acara Peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) di Istana Negara, Rabu (17/4/2024).
Komite TPPU harus bekerja dua hingga tiga langkah lebih depan dari pelaku. Ia juga berpesan untuk terus membangun kerja sama internasional dalam memperkuat regulasi dan transparansi dalam penegakan hukum, hingga pemanfaatan teknologi.
Lanjut Jokowi, pola baru berbasis teknologi dalam TPPU perlu kita waspadai seperti crypto currency aset, aset virtual, NFT kemudian aktivitas loka pasar elektronik money, AI yang digunakan untuk otomasi transaksi dan lain-lainnya. Karena teknologi sekarang ini cepat sekali berubah.
Presiden Republik Indonesia ini juga menyebutkan, dari catatannya merujuk data Crypto Crime Report menunjukkan ada indikasi pencucian uang melalui aset kripto sebesar US$ 8,6 triliun di tahun 2022. Sehingga menurutnya penegak hukum tidak boleh tertinggal dalam hal teknologi.
"Ini setara dengan Rp 139 triliun, secara global. Bukan besar tapi sangat besar sekali. Ini artinya pelaku TPPU terus menerus mencari cara baru," Ungkapnya.
Sumber: CNBC Indonesia