Iklan

https://www.serikatnasional.id/2024/10/blog-post.html

Iklan

,

Iklan

Kekayaan Yang Membuat Kening Mengkerut, Fakta-Fakta Di Balik Lonjakan Harta Dirjen Bea Cukai Askolani

SerikatNasional
26 Mei 2024, 23:20 WIB Last Updated 2024-05-26T16:21:13Z

 


JAKARTA (Serikatnasional.id),- Kasus kekayaan Dirjen Bea Cukai, Askolani, telah menciptakan riak yang mendalam di tengah-tengah masyarakat Indonesia. 


Laporan terbaru yang dirilis oleh LHKPN pada Rabu (22/5/2024) mengungkapkan bahwa kekayaan Askolani telah melonjak drastis, mencapai angka fantastis sebesar Rp 51,87 miliar. 


Namun, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana seorang pejabat publik mampu mengakumulasi kekayaan sebanyak itu dalam waktu relatif singkat, terutama di tengah-tengah kontroversi kebijakan yang memicu kritik keras dari masyarakat. Kamis (23/5/2024).



Dalam laporan tersebut, terungkap bahwa sebagian besar kekayaan Askolani terdiri dari surat berharga senilai Rp 19,52 miliar. Pertanyaannya, dari mana asal surat berharga sebanyak itu?



Apakah ada keterlibatan dalam investasi yang legal dan transparan, ataukah ada indikasi adanya kegiatan yang tidak terungkap?


Selain surat berharga, aset berupa tanah dan bangunan senilai Rp 17 miliar juga menjadi bagian penting dari kekayaan Askolani.


Properti tersebut tersebar di beberapa lokasi, termasuk Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Bogor.



Pertanyaan muncul, bagaimana seorang pejabat publik mampu membeli tanah dan bangunan sebanyak itu dengan pendapatan yang seharusnya sejalan dengan gaji resmi yang diterimanya?


Alat transportasi mewah senilai Rp 1,32 miliar juga menjadi sorotan. Dari mana sumber dana untuk membeli mobil mewah seperti Alphard 2018 senilai Rp 895 juta, Nissan X-Trail 2015 senilai Rp 203 juta, dan Jeep Audi 2010 senilai Rp 225 juta?



Apakah semua ini didapatkan dari hasil usaha yang sah, ataukah terdapat indikasi penggunaan fasilitas dan akses yang tidak adil?   Keberadaan utang sebesar Rp 390 juta juga menambah kompleksitas kasus ini. Pertanyaannya, apa tujuan dari utang tersebut, dan apakah ada keterkaitan dengan kegiatan bisnis atau transaksi yang tidak transparan?  Selain itu, lonjakan kekayaan yang signifikan selama masa jabatan Askolani sebagai Dirjen Bea Cukai menimbulkan dugaan bahwa posisinya telah dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi.


Hal ini memunculkan kebutuhan akan penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan bahwa tidak ada pelanggaran etika atau hukum yang terjadi.   Kasus kekayaan Askolani mencerminkan tantangan serius terhadap integritas dan akuntabilitas dalam pemerintahan.


Masyarakat menuntut agar pihak berwenang bertindak tegas dan melakukan penyelidikan menyeluruh untuk mengungkap kebenaran di balik kekayaan yang mencurigakan ini.  Dalam situasi di mana kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah sedang terkikis, langkah-langkah konkret harus diambil untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan bahwa para pemimpin negara benar-benar melayani kepentingan publik, bukan kepentingan pribadi.


(D.Wahyudi/Red)