Oleh : Dia Puspitasari, S.Sosio., M.Si. (Sekretaris Institut Sarinah)
Secara historis, lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1945 bermula dari peristiwa sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam sidang BPUPKI tersebut, Bung Karno menguraikan panjang lebar, bahkan tanpa teks, mengenai falsafah Pancasila. Dalam pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945, beliau mengatakan:
“Saudara-saudara! Dasar-dasar Negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Darma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar,” ujar Bung Karno. Menurut petunjuk seorang kawannya yang ahli bahasa, nama paling tepat adalah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar. “Di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi,” ujarnya. “Pancasila itulah yang berkobar-kobar di dalam dada saya sejak berpuluh tahun.”
Petikan dari pidato Bung Karno 1 Juni 1945 menunjukkan bahwa pertama kali terminologi Pancasila disampaikan oleh beliau dalam sidang BPUPKI.
Secara yuridis, Bangsa Indonesia memperingati Hari Lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 berdasarkan Keppres No. 24 Tahun 2016. Perlu diingat bahwa, rumusan Pancasila sejak pertama kali Pidato Bung Karno 1 Juni 1945, Rumusan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan yang diketuai oleh Bung Karno hingga finalisasi rumusan Pancasila oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang juga diketuai oleh beliau, mutlak sebagai sebuah proses utuh lahirnya Pancasila sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila, Sarinah dua gagasan besar Putra Sang Fajar, bicara soal kerakyatan berpihak pada kemanusiaan. Pancasila bukan hanya dijadikan ideologi bagi setiap bangsa Indonesia, lebih dari itu Pancasila dijadikan sebagai ideologi negara. Setiap perilaku entitas Bangsa Indonesia, dari mulai Masyarakat sipil, pejabat, entitas akademik mutlak berpedoman pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pada momentum peringatan Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 ini, saya mengajak seluruh entitas Bangsa Indonesia untuk merefleksikan secara ideologis bahwa Pancasila bukan sebatas kata tersurat, melainkan bagaimana Pancasila sebagai ideologi efektik dipraksiskan di setiap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penguatan ideologis di ranah intelektual menjadi tanggung jawab moral entitas intelektual, sebab peranan ideologi Pancasila sebagai penuntun moral Bangsa Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek), pada 2022 Jumlah mahasiswa di Indonesia mencapai 9,32 juta jiwa. Sedangkan jumlah dosen berjumlah 326,5 ribu. Maka jika ditotal secara keseluruhan entitas intelektual mencapai 335,82 entitas intelektual. Jika satu saja seorang intelektual ingkar terhadap pemahaman ideologi Pancasila maka yang tercipta adalah carut marutnya kondisi Bangsa kita.
Paham radikalisme di berbagai kampus misalnya, bagaimana peranan kelompok intelektual dalam melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap Gerakan radikalisme di kampus membutuhkan pemahaman secara fundamental dan praksis untuk merumuskan sebuah strategi pencegahan radikalisme di Kampus.