Iklan

https://www.serikatnasional.id/2024/10/blog-post.html

Iklan

,

Iklan

Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 Pancasila Mesti Menjiwai Segenap Undang-Undang dan Peraturan

SerikatNasional
1 Jun 2024, 09:04 WIB Last Updated 2024-06-01T02:04:01Z


 Oleh : Petrus Herman

Penggiat Demokrasi Kota Tangerang


Opini - 1 Juni 2016 ditetapkan hari lahir Pancasila Ini menarik untuk dicamkan sedalam-dalamnya. Kelahiran Pancasila mendahului kemerdekaan bangsa kita 17 Agustus 1945, mendahului lahirnya bangsa Indonesia; dan Pancasila dimuat di dalam Pembukaan UUD 1945. Fakta ini menegaskan bahwa dengan kalimat Ruslan Abdulgani, ia adalah pendorong utama (leitmotiv) dan bintang penunjuk jalan (leitstar) di dalam kita berbangsa dan bernegara. Isi pidato Presiden Sukarno pada 1 Juni yang menjadi hari lahirnya Pancasila, akan mencegah munculnya kekuasaan absolut karena kekuasaan absolut cenderung korup. Ungkapan Lord Acton, "power tends to corrups. Absolute power corrupts absolutely".  

.

Dengan demikian Pancasila bukan hanya menjiwai UUD 1945 tetapi juga menjiwai segenap undang- undang, peraturan-peraturan turunannya dan juga semua keputusan pemerintah; inilah yang agaknya diabaikan oleh bangsa ini hampir dua dekade belakangan ini. Kita mendorong pemerintah untuk terus mengkritisi undang-undang, peraturan, keputusan, dan Perda-perda yang ada sekarang; yang bertentangan dengan Pancasila harus dicabut. Ketegangan dan konflik yang selalu mencuat dua dekade belakangan adalah akibat undang-undang dan peraturan-peraturan yang tidak dijiwai oleh Pancasila.

.

Persatuan dan kesatuan kita sedang diuji karena ada pihak-pihak yang ingin merebut negeri kita dengan jalan memecah belah kita lebih dahulu, lebih rinci dengan menghidupkan radikalisme dalam segala bentuk (radikalisme agama, radikalisme suku, radikalisme ras, adat, radikalisme gaya hidup, radikalisme busana, radikalisme jenggot, dan berbagai jenis radikalisme lainnya). Kemudian menguasai kita.

.

Agar kita menghayati arti kebangsaan, cobalah simak kalimat pujangga Jerman Von Schiller (1759-1805), sebagaimana dikutip oleh Ruslan Abdulgani, "kita adalah satu bangsa, dan dalam kesatuan kita ingin bertindak, kita ingin menjadi hanya satu bangsa bersaudara, dan tidak akan meninggalkan masing-masing dalam kesukaran dan bahaya". Kita satu bangsa sekali pun di dalam kesusahan, dan di dalam justru di dalam kesusahanlah bersama kita menanggulanginya.

.

Pancasila juga memperlihatkan dengan sangat terang kecerdasan bangsa Indonesia, mungkin wataknya, yakni mampu meramu berbagai nilai yang hidup di dalam tradisi bangsa sehingga di dalam kelima sila tertera nilai agama, tradisi dan nilai modern: Pertama, Ketuhanan yang maha esa, ini tidak mengacu kepada agama tertentu tetapi sikap menjunjung tinggi keberagamaan dan mencari nilai utama untuk kepentingan bersama; Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, menegaskan mengakui kemanusiaan bukan karena agama yang dianut tetapi karena kita adalah sesama manusia tanpa embel-embel; Ketiga, Persatuan Indonesia, suatu pengakuan bahwa persatuan tidak lahir sendiri, tidak otomatis alamiah, tetapi hasil komitmen bersama dan diperjuangkan bersama; Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, berarti mendahulukan musyawarah dan tidak memaksakan kehendak atas nama apa pun; dan Kelima, Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, berati keadilan harus menjadi prinsip hukum, semua orang sama sederajat di depan hukum, dan berhak memperoleh keadilan tanpa diskriminasi. 


Saya setuju agar Pancasila diajarkan di sekolah dan umum tetapi jangan seperti cara rezim Orde Baru dulu, pendidikan Pancasila berjalan dengan cara indoktrinasi, tidak boleh dibantah, dan diskusi sifatnya klarifikasi, dan dijadikan alat menguasai rakyat. Hampir semua urusan administrasi dulu mesti menunjukkan sertifikat (lulus P4). Pancasila supaya menjadi ideologi terbuka sebab zaman berkembang, bersifat diskusi yang bebas dan dialogis, dan mencerdaskan sehingga orang bergairah mengikutinya.


(D.Wahyudi)