Logo resmi Yayasan An-Nusyur |
Sumenep (Serikatnasional.id),- Lembaga Pendidikan Pesantren An-Nusyur berdiri pada 1960 (Madrasah Ibtidaiyah) oleh Kiai Hasbullah, dan pada tahun 1966 pondok pesantren yang diasuh oleh KH. Hayyi Syafi'i secara resmi diakui oleh pemerintah Republik Indonesia. MTS An-Nusyur berdiri pada 15-07-1997 dan 2007 Madrasah Aliyah berdiri atas rapat yayasan yang beranggotakan KH. Abd. Hayyi syafi'ie, KH. Junaidi Mu'arif, Subairi Karim, S. Ag, dan Ketua Yayasan KH. Ma'mon Amar, S. Ag. Maka ditunjuklah Kepala MA sampai sekarang Ust. Rafi'ie dan TU pertama adalah Ali Tsabit Baidla'ie, Kedua Hamdi Muhadir, selanjutnya Dhahir Hamdin.
Ustadz Rafi'ie, S. Ag menjelaskan, berdirinya lembaga MA ini atas keresahan masyarakat dengan biaya pendidikan yang tinggi untuk melanjutkan sekolah ke tingkat atas saat itu. Sehingga MA Annusyur memfasilitasi siswa Siswi dilingkungan Aeng Panas, Prenduan, Karduluk dan juga Siswa yang kurang mampu .
Kembali ke kisah K. Hasbullah, dulu Kiai Hasbullah dijuluki Kiai Nagan karena Lingkungan Pendidikan Pesantren An-Nusyur banyak pohon Nagan (Pohon Siwalan yang belum berbuah). Hingga dengan usianya yang ke 58 tahun, LPP ini terus konsisten mengajarkan pendidikan dengan berafiliasi kuat pada organisasi Nahdatul Ulama (NU) dan klasikal ilmu salaf, hal ini bisa dilihat dari tetap konsistennya LPP An-Nusyur mengajarkan pendidikan agama seperti fikih, Nahwu, Sharaf serta Kitab kuning.
Akan tetapi, dengan perlahan Lembaga Pendidikan Pesantren ini mengkombinasikan pelajaran agama dan pelajaran umum di berbagai jenjang pendidikan dari tingkat KB hingga Madrasah Aliyah An-Nusyur yang berdomisili di Dusun Cecce' Desa Aeng Panas Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Sejarah
Dikalimatkan oleh KH. Ma'mon Amar S.Ag salah satu Dewan Pengasuh sekaligus Ketua Yayasan An-Nusyur, awal berdiri pada tahun 1960 tahun lalu. 15 tahun setelah kemerdekaan Republik Indonesia lingkungan lembaga ini disebut sebagai Karang Nagan karena pekarangan pesantren banyak ditumbuhi pohon Nagan (pohon pohon Siwalan yang belum berbuah). Namun julukan tersebut tak berlangsung lama sehingga berubah lagi dengan sebutan Kia Blumbang, nama ini diambil dari cekungan tanah yang ada sumber mata air yang terus menerus mengalir. Selanjutnya nama tersebut juga LPP ini di sebut dengan istilah Kedungdung, bercerita tentang An-Nusyur tidak lepas dari Kiai Hasbullah sebagai peletak batu pertama.
Suatu ketika, Gung Ahmad kedatangan tamu yang tidak lain adalah iparnya sendiri namanya Syeh Akbar. Dalam pertemuannya tersebut Syeh Akbar kepada Gung Ahmad menceritakan bahwa ada salah satu tempat yang ditempat tersebut kiainya cepat wafat. Mendengar apa yang disampaikan Syekh Akbar Gung Ahmad terkejut, sehingga Gung Ahmad balik bertanya kepada Syekh Akbar, dimana tempat yang dimaksud tersebut dan syekh Akbar menjawab apa yang di tanyakan Gung Ahmad bahwa tempat tersebut ada di desa Aeng Panas daerah Kadungdung. Kiai Kedungdung ini kiainya cepat wafat dari Juk Kriya, Juk Kramat juga wafat di usianya yang tidak begitu tua. Sehingga Syekh Akbar menyampaikan jika kiai di Daerah Kedungdung ini sering wafat maka daerah ini kurang baik dan harus di tempati oleh pemimpin yang benar-benar memiliki kelebihan dan pengetahuan yang mempuni. Sehingga saat itu di tunjuklah Kiai Dahni cucu ponakan dari Syekh Akbar dari Kiai Mansyuri, Kiai Mansyuri dari Syekh Suryo Mulyo Ger carang (Pujuk Bire)
Untuk meneruskan tongkat estafet kepemimpinan di daerah Kedungdung Kiai Dahni dinikahkan dengan putri Gung Ahmad yang bernama Nyai Ardiba atas permintaan Syekh Akbar. Dari perjalanan Kiai Dahni bersama Nyai Ardiba dikaruniai beberapa keturunan diantaranya Kiai Aliman, Kiai Halima, Kiai Ali Bakri (Prenduan Al-Muqri), Nyai Aliyah Kalabaan, dan dari sinilah Kiai Dahni memulai menyiarkan agama Islam di sebuah langgar gedek di Kedungdung.
Dijelaskannya bahwa selain Kiai Dahni pandai dalam ilmu pengetahuan beliau juga merupakan salah satu kesatria di jamannya. Dalam cerita babat pesantren An-Nusyur bahwa suatu ketika ada salah pemuka agama yang sesumbar siapa yang bisa mengalahkan akan dinikahkan dengan putrinya. Mendengar hal tersebut sebagai lelaki kesatria Kiai Dahni ikut serta ambil jatah untuk melawan Kiai didaerah bulan-bulan. Akhirnya dari kepiawaiannya Kiai Dahni sebagai kesatria saat itu memenangkan sayembara dan menerima hadiah dan menikah dengan putri kiai yang masih perawan tersebut, keduanya dikaruniai dua keturunan yang saat itu ada didaerah desa Kapedi Kecamatan Bluto dan hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.
Putra Kiai Dahni adalah Kiai Aliman. Kiai Aliman memili putra yang bernama Kiai Hasbullah dan Sapuna. Singkat cerita Kiai Hasbullah menikah dengan sepupunya yang bernama Nyai Hotijah dan menetap di daerah Kedungdung, dan dari pernikahannya tersebut keduanya dikaruniai keturunan yang bernama Sa'diyah, Seruji dan Hasan Busri. Namun ketiga keturunan tersebut menetap di daerah Jawa. Sepeninggalnya Nyai Hotijah Kiai Hasbullah menikah lagi dengan Nyai Suhrati dari Bandungan dan menetap di Bandungan Karduluk hingga dikaruniai seorang putri Jumriyah. Namun Kiai Hasbullah dan Nyai Suhrati tidak kerasan di Bandungan dan memilih tinggal daerah Asem Kandang, dari kerasnya kehidupan saat itu keduanya dikaruniai keturunan yang bernama Ummul Khoir. Bahkan didaerah inilah Kedigdayaan Kiai Hasbullah diakui oleh seorang berilmu hitam bahwa pernah menyihir Kiai Hasbullah namun usahanya tidak membutuhkan hasil. Perlu di ketahui selain Nyai Jumriah dan Ummul Khoir putra-putri dari Kiai Hasbullah adalah Nyai Luai yang saat ini ada di Sampang, Kiai Mahdi Bandungan Karduluk, Kiai Muzammil dan Nyai Afiah.
Singkat cerita, dengan berjalannya waktu masyarakat Kedungdung kompak membujuk hingga menggunakan propaganda dengan tujuan kiai Hasbullah kembali ke daerah Kadungdung dan menyiarkan agama seperti mengajar Tata cara Shalat, Mengaji, terutama Aqiqah Akhlaq dan ilmu-ilmu agama Islam lainnya berjalan kurang lebih 4 tahun. Tidak berselang lama Kiai Hasbullah dan Nyai Suhrati bersama putra putrinya pindah ke Pekarangan Nagan milik Tiyeni (Buk Toya) dan Bu Rus.
- Ra Abd Hayyi Syafi'i & Neng Afiah
Sepeninggal orang tuanya Abd. Hayyi Syafi'i muda dibesarkan dan disekolahkan ke sekolah SR di Basuki Jawa selama 3 tahun. setelah lulus dari sekolah rakyat Ra Hayyi Syafi'i diminta untuk mengikuti ujian guru dan mau diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil di Jawa, namun K. Hasbullah tidak menginkan karena ponakannya tersebut mau dijadikan Kiai di tanah kelahirannya.
Sepulang dari tanah Jawa, K. Hasbullah perpesanan pada Sapuna untuk tidak menjodohkan Ra Abd. Hayyi Syafi'i dengan siapapun, karena Ra Abd Hayyi Syafi'i mau dijodohkan dengan putrinya.
"Saya dengar sendiri dari Aba Hasbullah perbincangan dengan ibu saya, Hayyi jangan dijodohkan dengan siapapun karena mau dijodohkan dengan putri saya, masih mau dibuatkan yang cantik," dawuh KH. Hayyi Syafi'i menirukan bahasa K. Hasbullah.
Selanjutnya Ra Hayyi Syafi'i menimba ilmu ke Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-guluk. Setelah lulus kelas 6 Ibtidaiyah Annuqayah, Ra Abd.Hayyi Syafi'i diangkat sebagai Guru di Annuqayah setelah lulus tes sebagai Guru Agama.
Dengan kematangan ilmu agama yang dimiliki Abd. Hayyi Syafi'i setelah lulus dari Muallimin, di tahun 1970 Pekarangan Nagan unduh mantu yang tidak lain KH. Abd. Hayyi Syafi'i yang saat itu berumur 25 tahun dengan neng Afiah yang masih berumur 10 tahun.
Maka lengkap sudah sang lentera untuk bersinar terang bersama putra putrinya Kiai Hasbullah secara resmi nama Karang Nagan atau blumbang diganti An-Nusyur, atas inisiatif KH. Hayyi Syafi'i K. Hasbullah, K. Arbak, Musajjad. oleh sebab itu Lembaga Pendidikan Pesantren An-Nusyur tidak serta merta berdiri begitu saja.
Untuk melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan di An-nusyur ditunjuklah menantu muda sekaligus keponakan K. Hasbullah yaitu Abd.Hayyi Syafi'i sebagai pengasuh An-Nusyur hingga saat ini. Sementara K. Arbak dan Musajjad yang berjuang untuk mengumpulkan dan mengusahakan segala kebutuhan kelembagaan.
Ditengah perjalanannya memperjuangkan An-Nusyur, Pengasuh Pendidikan Pesantren ini diminta untuk di angkat sebagai Punggawa di luar Negeri Brunei Darussalam, namun lagi-lagi K. Hasbullah melarang KH. Hayyi Syafi'ie untuk berangkat dan tetap melanjutkan tampuk kepemimpinan di Pondok Pesantren An-Nusyur yang sekarang berabah menjadi Lembaga Pendidikan Pesantren.
- Putra Putri KH.Abd. Hayyi Syafi'i & Nyai.Hj. Afiah
Nyai. Hj. Afiah dan KH. Abd Hayyi Syafi'i punya keturunan bernama Nyai Lum'atun menikah dengan K. Ridha'i, Nyai Irtifaah menikah dengan sepupunya sendiri KH. Ma'mon Amar, S.Ag,. yang saat ini sebagai Ketua Yayasan An-Nusyur, K. Achmad Dani, K. Ali Yurdha, Nyai Suaida.