Iklan

https://www.serikatnasional.id/2024/10/blog-post.html

Iklan

,

Iklan

Cerita anak dan Bapaknya " Mampirlah ke Surabaya, meski kantornya masih sederhana"

SerikatNasional
9 Sep 2024, 21:55 WIB Last Updated 2024-09-09T15:22:59Z


LITERASI, SERIKATNASIONAL.ID | Menjadi seorang penulis adalah impian terbesar dalam hidup saya sejak waktu mondok. Sehingga saya mencoba untuk nimbrung atau jelasnya sering duduk dengan beberapa santri yang gemar nulis, baik itu mengarang puisi, cerpen dan esai meski tidak menjadi anggota aktif di komunitas tersebut.


Pada akhirnya saya memberanikan diri untuk bangun sanggar yang aktif di dunia kepenulisan dan baca puisi. Dan sanggar yang saya dirikan dinamai Sanggar Keramat. 


Singkat cerita saya tertarik didunia Wartawan dan masuk kesalah satu media lokal (Mata Sumenep) saat itu.  Tak peduli apa kata orang-orang sekitar yang masih memandang profesi ini agak kurang mengenakkan. Ada beberapa kerabat yang bilang kalau wartawan itu rentan persoalan, tak jelas masa depan dan hanya cari kesalahan orang. Definisi tersebut tidak menjadikan saya berhenti sama sekali, bahkan saya terus mempelajari dunia kepenulisan meski sampai detik ini saya akui pengetahuan saya belum begitu sempurna.


Hingga, pagi hari di Hotel Musdalifah depan kamar nomor 24 paling pojok pekarangan hotel. Saya duduk bersama beberapa rekan jurnalis yang tergabung di Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) sambil menghisap rokok meski Tampa kopi. Senin 09 September 2024.


Tiba-tiba datang lelaki bertopi dengan menggunakan Pakaian Diklat Lapangan (PDL) menghampiri kami yang bersiap untuk menggelar Musyawarah Cabang (Muscab) ke - 1 (satu) pembentukan pengurus cabang DPC AWDI Kabupaten Sumenep masa bhakti 2024 - 2027. 


Saya perhatikan baju PDL yang dikenakannya berwarna merah pekat dengan nama pengenal Gatot I. Saya dengan senang hati menghampiri dan mengucapkan salam sambil menjabat tangannya. Dalam hati berbicara "akhirnya ketemu juga dengan orang yang sudah malang_melintang di dunia kepenulisan.


Kami duduk bercerita tentang prihal masa depan jurnalis di masa depan Sumenep, Jawa Timur, hingga Nusantara. Walaupun tidak begitu banyak waktu namun ilmu yang saya peroleh begitu melekat meski tidak terlihat. 


"Kedepan kalau memungkinkan adakan pelatihan jurnalistik ke sekolah-sekolah, ke desa-desa melalui Asosiasi Kepala Desa (AKD)," selanjutnya_Keterbukaan, mungkin bab ini kata bapak Gatot I adalah suatu hal yang urgent untuk mencapai suatu tujuan dan bangkitnya gerakan jurnalis di masa depan.


Dalam organisasi misalnya kata bapak Gatot I, anggota berhak mengetahui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi yang diikuti semisal AWDI, sang ketua harus memberikan hak  anggotanya mengetahui AD/ART agar ikut serta mengontrol dan mempelajari isi yang ada dalam AD/ART tersebut. Sehingga rasa untuk terus merawat dan menjaga organisasi oleh anggota lebih ditingkatkan.


Dalam perbincangan pagi itu, kami seolah sedang menerima setumpuk buku atau tumpahan tinta di sungai Nil yang pekat dan merah. Selain AD/ART, cerita tentang dinamika dan pasang surut dalam organisasi seorang Wartawan_dan_ bahkan ia mengaku malu setelah melihat semangat anggota AWDI DPC Sumenep, aktif dan komplit.


Jika saya mengistilahkan, DPC AWDI Sumenep "seamsal bunyi di kedalaman dan menggema kepermukaan" hingga suara tentang semangat DPC AWDI Sumenep untuk mengibarkan lambang kebesaran AWDI jadi pembahasan DPW dan DPP.

"Mampirlah ke Surabaya, meski kantornya masih sederhana," begitu bapak Gatot I dawuhkan sambil menepuk-nepuk pundak saya.


Meski sebagai Dewan Pimpinan Wilayah, Lelaki bertubuh jangkung itu saya lihat masih hidup dalam kesederhanaan. Wartawan yang sudah malang_melintang di Indonesia ini punya aktivis Kulaan setiap pagi seperti beli telor dan berbagai macam kebutuhan sembako, hal ini ia lakukan untuk membantu istrinya. 


Dalam perjalanan ini saya memperoleh pelajaran penting dalam berorganisasi ataupun komunitas harus ada transparansi, dan apapun aktivitas kita keseharian bapak Gatot I bisa di jadikan cermin atau rujukan_bahwa_apapun aktivis kita sebagai Wartawan sebisa mungkin tetap menunjukkan tanggung jawab sebagai suami dalam keluarga dan tidak menjadikan profesi wartawan sebagai mata pencaharian kebutuhan rumah tangga. 


Penulis: Imam Rasyidi pimpinan umum media massa Serikatnasional.id dan anggota aktif Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (DPC AWDI) Kabupaten Sumenep