JAKARTA, SERIKATNASIONAL.ID | Putra Sulung Bung Karno, Guntur Soekarnoputra, berterima kasih pada jajaran pimpinan MPR RI atas tindak lanjut tidak berlakunya lagi TAP MPRS No. 33/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno.
“Saya mengucapkan terima kasih atas undangan Ketua MPR RI Bapak Dr. Bambang Soesatyo pada hari ini untuk menghadiri secara acara Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR dengan Presiden Republik Indonesia ke-5, Prof. Dr. HC. Hj. Megawati Soekarnoputri dan penyerahan dokumen Surat Pimpinan MPR RI kepada Menkumham RI dan kepada Keluarga Besar Bung Karno tentang tindak lanjut tidak berlakunya lagi TAP MPRS No. 33/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan negara dari Presiden Soekarno,” kata Guntur dalam pidato sambutan mewakili Keluarga Besar Bung Karno di Gedung MPR, Senin (9/9/2024).
Menurutnya, setelah menerima surat undangan resmi dari Ketua MPR RI beberapa hari yang lalu Keluarga Besar Bung Karno telah bersepakat untuk menghadiri undangan ini.
“Sebagai putra sulung Bung Karno, saya juga oleh adik-adik saya ditunjuk untuk bertindak mewakili Keluarga Besar Bung Karno memberikan sambutan ini. Tentu saja, saya hadir dan bicara di podium yang terhormat dalam gedung yang bersejarah dan luar biasa ini bukan hanya mewakili Keluarga Besar Bung Karno tetapi juga mewakili seluruh rakyat Indonesia yang patriotis sekali lagi, tetapi juga mewakili seluruh rakyat Indonesia yang berjiwa patriotis dan nasionalis yang mencintai Bung Karno sejak dahulu hingga akhir zaman,” papar Guntur.
Guntur juga menegaskan bahwa telah menunggu hal ini selama 57 tahun 6 bulan. “Ya, saya memang harus mengatakan demikian karena faktanya kami telah menunggu dan menunggu selama lebih dari 57 tahun 6 bulan alias 57 tahun setengah, akan datangnya sikap perikemanusiaan dan keadilan sesuai dengan Pancasila yang dimana termaktub sila kemanusiaan yang adil dan beradab dari lembaga MPR kepada Bung Karno,” ujarnya.
Sebagaimana yang sudah disampaikan dalam pidato Ketua MPR dan surat resmi pimpinan MPR yang telah dibacakan oleh Plt Sekretariat Jenderal MPR Siti Fauziah pada tanggal 12 Maret 1967 lalu melalui TAP MPRS nomor 33/MPRS/1967.
“Presiden Sukarno telah diberhentikan dari Jabatan Presiden Republik Indonesia alias didongkel secara tidak sah, dan bagi kami keluarga besar Bung Karno dan bagi rakyat Indonesia yang mencintai Bung Karno, Perihal Bung Karno harus berhenti dari Jabatan Presiden Republik Indonesia adalah perkara biasa.”
“Karena memang kekuasaan seorang Presiden Indonesia harus ada batasnya tidak peduli, tidak peduli siapa pun dia Presiden Indonesia itu, memang harus ada batasnya,” tegasnya.
Soal Presiden Seumur Hidup dan Tuduhan Keji
Untuk diketahui, katanya, Bung Karno pun di dalam menerima pengangkatan MPRS sebagai Presiden seumur Hidup sudah menjelaskan secara tegas pada sidang yang berikutnya, keputusan itu harus ditinjau kembali, itu ada catatannya.
“Yang tidak dapat kami terima adalah alasan pemberhentian Presiden Sukarno karena dituduh melakukan pengkhianatan terhadap bangsa dan negara dengan memberikan dukungan terhadap pengkhianatan dan pemberontakan G30SPKI pada tahun 1965 yang lalu,” tegasnya.
Tuduhan keji yang tidak pernah dibuktikan melalui proses peradilan apapun juga seperti itu telah memberikan luka yang sangat mendalam bagi keluarga besar kami, maupun rakyat Indonesia yang patriotik dan nasionalis yang mencintai Bung Karno sampai ke akhir zaman.
“Bagi kami sekeluarga utamanya putra-putri Bung Karno yang mengetahui secara pasti bagaimana perjuangan dan pengorbanan ayah kami kepada rakyat, bangsa dan negaranya, tuduhan tersebut sangatlah tidak masuk akal dan tidak masuk nalar, dan sekali lagi tidak masuk akal sehat di dalam otak kita.
Kita semua sebagai bangsa yang menggantung nilai Pancasila setidaknya harus berpegang kepada kemanusiaan yang adil dan beradab, sekali lagi kemanusiaan yang adil dan beradab.
Jangan kita ini jadi bangsa biadab. bagaimana mungkin seorang Proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia mau melakukan pengkhianatan terhadap negara yang ia proklamasikan sendiri kemerdekaannya?”
‘Bagaimana perasaan kita sebagai sebuah bangsa, jika setiap memperingati kemerdekaan bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus kita selalu membacakan naskah proklamasi kemerdekaan yang telah dibacakan Bung Karno tanggal 17 Agustus 1945 yang lalu, tapi sang proklamator bangsa tersebut diberi stempel sebagai pengkhianat bangsa apakah masuk akal? apakah bisa diterima akal sehat? tidak bapak-bapak ibu-ibu,” tegas Guntur.
Banyak juga di antara rakyat Indonesia yang bertanya-tanya bagaimana mungkin seorang yang hidup dalam sistem negara hukum Pancasila. “Saya tekankan sekali lagi yang hidup dalam sistem negara hukum Pancasila harus menerima tuduhan dan menjalani hukuman tanpa proses peradilan apapun juga.”
“Menurut kami dari keluarga besar Bung Karno, tindakan itu adalah suatu tindakan yang bukan saja tidak berperikemanusiaan, tetapi di luar akal sehat dan nalar yang sehat.”
“Dalam perkembangan sejarahnya akhirnya kita ketahui bahwa banyak fakta-fakta sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, bahwa tuduhan Bung Karno telah melakukan pengkhianatan dengan mendukung pemberontakan G30S PKI, telah terbantahkan sekali lagi telah terbantahkan.
Fakta-fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah bahkan secara logika akal sehat tersebut tentu tidak cukup waktunya untuk saya jelaskan.
Dalam kesempatan ini sambutan saya yang sangat singkat waktunya ini namun kita dapat menemukan dan membacanya dari berbagai sumber-sumber terpercaya yang terdapat di ruang-ruang informasi publik, terutama di dalam kuliah-kuliahnya Bung Karno yang disusun di dalam buku Pancasila Sebagai Dasar Negara.”
“Kita akan mendapatkan semua informasi yang diperlukan. namun demikian, kami sekeluarga telah bersepakat tidak akan mempersoalkan, apalagi menuntut ketidakadilan di muka hukum terhadap apa yang pernah dialami Bung Karno tersebut pada saat ini.
Rehabilitasi Nama Baik Bung Karno
Dalam kesempatan itu Bung Karno juga menyampaikan, pihak Keluarga Besar dan rakyat Indonesia yang mencintai Bung Karno menginginkan rehabilitasi rehabilitasi nama baik Bung Karno, atas tuduhan sebagai seorang pengkhianat bangsa.
“Kami sekeluarga dan rakyat Indonesia yang patriotik, nasionalis yang mencintai Bung Karno inginkan saat ini adalah rehabilitasi rehabilitasi nama baik Bung Karno, atas tuduhan sebagai seorang pengkhianat bangsa.
Keinginan tersebut bukan hanya bagi nama baik Bung Karno dimana anak-anak, cucu-cucu dan cici-cicitnya tetapi lebih penting dari itu semua adalah bagi kepentingan pembangunan mental dan karakter bangsa khususnya bagi generasi penerus bangsa ini.
Bagaimana mereka bisa mengambil suri tauladan dari para pejuang dan pemimpin bangsanya yang terdahulu, jika mereka harus diajarkan bahwa proklamator kemerdekaan bangsa mereka sendiri adalah seorang pengkhianat. Bagaimana logikanya?
Atas dasar pertimbangan tersebut dan demi persatuan serta kesatuan bangsa dan demi masa depan generasi muda yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa, kami sekeluarga telah bersepakat untuk, catat, memaafkan semua yang terjadi di masa lalu Menyangkut perlakuan terhadap diri Bung Karno dan keluarganya.
Akan tetapi kami tidak ingin apa yang dialami oleh Bung Karno tersebut tidak boleh lagi terjadi pada siapapun juga setiap warga negara, termasuk terhadap seorang pemimpin bangsa sekalipun, harus diperlakukan sama di mata hukum, sekali lagi, harus diperlakukan sama di mata hukum,” paparnya.
Pesan Bung Karno
Saat menjalani hukuman sebagai tahanan politik di Wisma Yaso sekarang itu menjadi musium satria mandala Jakarta, Bung Karno pun pernah berpesan kepada putra-putrinya melalui pengawal Bung Karno Ma’olwi Sa’elan yang merupakan adik kandung dari pahlawan dari Sulawesi Emi Sa’elan.
Apa yang Bung Karno katakan? simpan segala yang kalian tahu jangan ceritakan deritaku dan sakit ku kepada rakyat, biar aku yang menjadi korban asal Indonesia tetap bersatu, ini aku lakukan demi kesatuan, persatuan, kejayaan bangsa.
Jadi, deritaku sebagai kesaksian bahwa kekuasaan sekalipun, presiden sekalipun ada batasnya, tidak peduli presiden siapapun dia. kekuasaannya ada batasnya, karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat, dan diatas segalanya adalah kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala.
Jadi pesan terakhir Bung Karno tersebut kita dapat melihat dan menilai bahwa dalam keadaan disakiti, menderita sekalipun Bung Karno tetap memilih untuk menjaga persatuan kesatuan bangsanya dan terus memimpikan kejayaan negara Indonesia tercinta dalam bentuk satu negara sosialisme Indonesia yang modern, namun berketuhanan yang maha esa.
Guntur juga menyatakan sepakat dengan pidato Ketua MPR yang menyatakan bahwa penegasan resmi dari lembaga MPR dan Keputusan Presiden No 83/TK/2012 tanggal 7 November 2012, serta pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di Istana Negara tanggal 7 November 2022 yang pada intinya selain menegaskan TAP MPRS nomor 33/MPRS/1967 telah dinyatakan tidak berlaku lagi, dan tuduhan terhadap Bung Karno telah melakukan pengkhianatan kepada bangsa dan negara telah tidak terbukti dan gugur demi hukum, sekali lagi tidak terbukti dan gugur demi hukum.
Hal tersebut, kata Guntur, kami pandang sebagai ikhtiar kita untuk menghapus stigma buruk kepada seorang proklamator dan bapak bangsa kita sendiri, serta untuk membangun rekonsiliasi nasional demi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
“Sekali lagi, yang terpenting adalah persatuan nasional bangsa Indonesia sebagai suatu syarat membangun kejayaan negeri Indonesia rakyat tercinta sebagai suatu negara sosialis modern.
Sekali lagi negara sosialis modern namun yang religius dan berketuhanan Yang Maha Esa.
Akhirnya atas nama keluarga besar Bung Karno dan rakyat Indonesia yang mencintai Bung Karno.
Saya mengucapkan terima kasih kepada pimpinan MPR RI Menteri Hukum dan Hak asasi Manusia Republik Indonesia, dan semua pihak yang telah mendukung acara ini, baik secara langsung ataupun tidak langsung, atas segala prakarsa dan niat baiknya.
Untuk mendudukkan keberadaan Bung Karno kembali kepada tempat yang sudah seharusnya, yakni sebagai seorang bapak bangsa yang menjadi pejuang kemerdekaan bangsa pejuang proklamator bangsa Indonesia, penggali Pancasila serta seorang tokoh dunia yang berkeinginan dunia kembali yang sepanjang hidupnya telah berjuang untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negaranya, serta tidak pernah cacat hukum apalagi mengkhianati bangsa dan negaranya sendiri, harap catat tidak pernah cacat hukum apalagi mengkhianati bangsa dan negaranya sendiri.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa memberikan hidayah kepada segenap pemimpin bangsa agar terus setia menjaga cita-cita negara proklamasi 17 Agustus 1945.
Memberikan kekuatan dan perlindungan kepada rakyat dan bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang bersatu adil, berdaulat, dan sejahtera Amin, Yorobal Amin Terima kasih," tutup Guntur.
Editor : D.Wahyudi