Iklan

https://www.serikatnasional.id/2024/10/blog-post.html

Iklan

,

Iklan

Basa-Basi Aklamasi

SerikatNasional
24 Okt 2024, 06:35 WIB Last Updated 2024-10-23T23:39:08Z

 


Apa yang ada di pikiran Anda ketika mendengar kata "aklamasi"?


Jika pertanyaan ini diajukan kepada saya beberapa tahun lalu, pasti saya akan menjawab bahwa aklamasi bermakna positif. Terpilihnya seorang pemimpin secara aklamasi menjadi pertanda bahwa kader organisasi tersebut benar-benar solid serta tunduk patuh pada pimpinan. Bahkan saya menganggap bahwa aklamasi lebih baik dari sistem voting yang sering kali membuat organisasi menjadi pecah dan suram masa depannya.


Namun per 20 Oktober kemarin, pikiran saya justru berbalik 180 derajat. Tepat saat pelaksanaan Konferensi Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Sumenep, saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa aklamasi tak lagi seindah dalam bayangan. Ia telah dijadikan alat oleh sekelompok orang untuk membungkam kelompok lain yang berlainan pendapat dengan dalih solidaritas dan menjaga marwah organisasi.


Sejak sebelum pelaksanaan Konfercab, sekelompok pengurus Pimpinan Cabang GP Ansor Sumenep telah berupaya menyusun benteng yang kokoh agar junjungannya dapat terpilih kembali tanpa ada perlawanan berarti dari para kader lain. Mereka menyusun rancangan tata tertib seenaknya sendiri lewat forum pra-Konfercab yang tertutup tanpa keterlibatan Pimpinan Ranting yang menurut Peraturan Organisasi juga memiliki hak untuk terlibat di dalamnya.


Sejumlah kejanggalan dalam produk pra-Konfercab itu antara lain, memasukkan unsur pengurus Pimpinan Cabang sebagai peserta peninjau padahal seharusnya yang menjadi peserta sidang hanyalah pengurus Pimpinan Anak Cabang dan Ranting yang telah terakreditasi. Selain itu, juga disebutkan bahwa pengurus PC bisa menjadi pimpinan sidang pleno pemilihan ketua, padahal dalam organisasi manapun, sesi penting ini selalu dipimpin oleh tingkat kepengurusan di atasnya.


Yang paling kontroversial dari pada itu ada pada tata tertib pemilihan ketua. Dalam tatib itu disebutkan bahwa syarat seorang kader dapat mendaftar menjadi ketua adalah harus mendapatkan rekomendasi dari 10 PAC dan 75 ranting. Padahal aturan seharusnya, untuk Kabupaten Sumenep yang memiliki 20-an kecamatan, syarat rekomendasi cukup dari 4 PAC dan 20 Ranting.


Kejanggalan-kejanggalan itulah yang kemudian coba dikritisi oleh sejumlah kader dari berbagai PAC dan Ranting. Persidangan-persidangan dalam konferensi diwarnai dengan interupsi hingga puncaknya, pada sidang pleno pemilihan Ketua, terjadi kerusuhan akibat pimpinan sidang yang tidak mau menuruti permintaan peserta untuk meninjau ulang tatib hasil pra-Konfercab sekalipun nyata-nyata telah melanggar PD, PRT, dan PO GP Ansor.


Epilog

Kurang lebih demikianlah gambaran umum tentang pelaksanaan Konferensi Cabang GP Ansor Sumenep yang beritanya kini viral di WhatsApp dan media-media sosial. Dan sebagai sebuah karya, ijinkan saya menyampaikan sedikit usulan, masukan agar ke depan kejadian seperti ini tidak terjadi lagi.


Pertama, Pimpinan Pusat GP Ansor hendaknya segera menyusun peraturan terkait pelaksanaan pra-Kongres ataupun pra-konferensi yang mengatur dengan jelas terkait siapa saja pesertanya, apa saja yang bisa dibahas disitu, serta bagaimana kekuatan dari produk yang dihasilkan, termasuk soal bisakah ia ditinjau kembali oleh peserta saat kongres atau konferensi. Sebab dalam konferensi tersebut, pra-konferensi tak ada dasar hukumnya dalam Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga, maupun Peraturan Organisasi. Meminjam istilah ushul fiqh, ia hanya sekedar ‘adah yang kemudian dijadikan hukum tanpa legal-formal yang jelas.


Kedua, PP GP Ansor juga harus membuat produk hukum organisasi baik berupa PD PRT maupun PO mudah diakses oleh para kader sehingga mereka bisa mengetahui secara utuh aturan main organisasinya dengan baik. Dan kalau bisa juga, buatlah semacam lembaga peradilan agar kader yang merasa dirugikan oleh kebijakan organisasi bisa menyalurkan suaranya ke tempat yang tepat.


Yang ketiga, banyak sekali satuan kepengurusan GP Ansor yang memilih ketuanya secara aklamasi. Saya yakin beberapa di antara mereka pasti memiliki kisah yang sama seperti Ansor Sumenep saat ini. Maka saran saya, cobalah untuk lebih terbuka dengan sistem voting. Sebab jika terlalu lama bermain dengan aklamasi, saya yakin akan banyak kader yang terpasung potensinya hanya gara-gara tidak sependapat dengan sekelompok orang yang berada di lingkaran kekuasaan. 


Sebagai kader saya akan sangat bangga bila organisasi ini memiliki sistem pergantian pimpinan yang demokratis dan transparan daripada terus-menerus bersembunyi  dalam basa-basi aklamasi.


Oleh:  Khalilurrahman, Pengurus GP Ansor Pragaan