Serikatnasional.id | Catatan ini saya desclaimer dulu saya tidak mewakili siapapun dalam konflik ini dan saya juga tidak merepresentasikan "Wakil" siapapun apalagi pemerintah,tidak.
ini sekadar catatan kegelisahaan yang mencoba memberikan urun rembug bagi kedua belah pihak yang berseteru. Catatan yang awalnya cukup panjang ini saya ringkas untuk memudahkan dan tidak membosankan, karena membaca pasal-pasal itu cenderung kaku dan Mboseni oleh karenanya yang membahas soal yang Normatif saya sederhanakan.
Terkait konflik itu sdh sejak lama sayup-sayup saya dengar persoalan pantai dan tambak garam di Batukerbuy saya juga sepintas mengamati dan mencoba mencari informasi tentang duduk persoalannya yang kemudian kami simpulkan (sementara pada saat itu) bahwa ini adalah persoalan penolakan atas rencana pembuatan tambak garam.
Kenapa kami asumsikan bahwa ini adalah persoalan "Penolakan terhadap pembagunan tambak garam" karena ternyata lahan itu sudah tersertifikat sejak lama tepatnya sejak tahun 2009 artinya lahan itu sudah "dikuasai" oleh pemilik sertifikat selama 15 tahun dan jika dilihat lancarnya proses sertifikasi atas lahan a quo berarti tidak ada persoalan dan tidak terjadi penolakan oleh warga setempat. Itu yang pertama
Kemudian yang kedua, telah ada dan bahkan beroperasi di lokasi yang sama berhektar-hektar tambak Garam yang kabarnya juga telah tersertifikat baik atasnama perorangan maupun Korporasi bahkan saya tahu data-data pemilik tambak Garam dimaksud ada Korporasi, Pengusaha bahkan Penguasa tapi biarlah nanti untuk yang ini saya akan bahas belakangan karena yang ini tidak (Belum) ditolak oleh warga.
Pertama-tama yang coba kami cari tahu adalah soal objek yang dipersoalkan tentu secara legalitas (proses legal formalnya).kemudian selanjutnya kami cari tahu apa yang dipersoalkan dan juga yang paling penting adalah siapa pihak-pihak yang terlibat dalam persoalan di Batukerbuy itu.
Pada awalnya riak-riak konflik ini baru bersifat lokal, sebatas informasi yang saya ketahui antara mantan Kades beserta "Pendukungnya" dengan Kades definitif pun tentu bersama perangkat pendukungnya.
Baru kemudian eskalasinya meluas saat keduabelah pihak melakukan gerakan agitatif dengan meminta dukungan berbagai pihak, ada Aktifis, LSM,Media bahkan Advokat dan belakangan Ormas besar yang ikut "main" dalam arena konflik tersebut.
Awalnya Kami menduga ini adalah persoalan politik lokal dan perebutan wilayah "garapan". Perebutan lahan untuk dimanfaatkan karena kabarnya si Muhab (Kabarnya Kades) ini adalah dulu menjadi salah seorang "penentang" privatisasi lahan pantai sebelum akhirnya dia dapat simpati dan terpilih menjadi kepala Desa yang saat ini menjadi salah satu pemilik Sah dari SHM yang terbit.
Sy tidak mau mebahas terlalu dalam soal status Hukum dari lahan a quo tapi sepintas SHM yang dimiliki oleh mereka yang menguasai lahan adalah Asli dan Sah terlepas katanya dituduh oleh pihak lain bahwa SHM itu melalui proses yang tidak benar tapi kita tidak bisa menjustis bahwa SHM itu Salah proses, Cacat Formil cacat materiil dst. Karena yang berwenang untuk menentukan itu adalah Hakim diperadilan.
Namun menurut kami senyampang SHM itu diterbitkan oleh lembaga yang berwenang untuk itu maka SHM itu Sah.
Jika kemudian ada pihak yang merasa dirugikan atas terbitnya SHM itu Negara sudah menyediakan spacenya yaitu di Peradilan.
Jika penerbitan SHM dirasa bermasalah ada hal yang bisa dilakukan
Pertama dimintakan pembatalan dan ditarik lagi oleh pihak yang mengeluarkan SHM atau yang kedua dimintakan pembatalan dan dinyatakan tidak berlaku melalui Gugatan tun ke PTUN.
Namun masalahnya SHM itu terbit 2009 dan sdh lebih dari 5 tahun, maka salurannya melalui gugatan ke PTUN
Tapi siapa yang mau menggugat ? Apakah ada pihak lain yg merasa memiliki hak atas lahan itu dan berhak atas lahan scra "Sah" ? Jika tidak siapa yang memiliki legal standing untuk melakukan gugatan ? Apakah "negara" harus turun "menggugat" dirinya sendiri ?
Atau ada pihak lain yang merasa dirugikan secara bersama-sama karena itu menyangkut kepentingan penghidupan orang banyak seperti yang banyak diberitakan ? Lakukan saja Gugatan Calas Action itupun jika mau diselesaikan secara Hukum.
KONFLIK ADU NGOTOT
Pada prinsipnya konflik tersebut adalah konflik hukum yang kemudian secara eskalatif menjadi konflik sosial karena banyaknya pihak yang terlibat dalam pusaran persoalan di batukerbuy itu.
Tawaran penyelesaian dari berbagai pihak kemudian tidak menemukan titik temu yang solutif, Adil dan win win solution, tidak adanya penyelesaian yang menguntungkan kedua belah pihak berdampak kepada makin jauhnya persoalan itu dari kata selesai.
Kedua belah pihak bersikukuh pada pendirianya masing-masing kalau tidak dikatakan "Ngotot",
Pemerintah Daerah ditekan terus dan diminta hadir dalam usaha menyelesaikan konflik itu. Bahkan pemerintah dianggap tidak hadir ditengah-tengah masyarakat yang berkonflik.
Pemerintah Daerah tentu akan bergerak sesuai dengan kapasitas kewenangannya tidak bisa melampaui kewenangan yang diberikan oleh konstitusi, jika kemudian memaksa Pemda untuk masuk dalam ranah kewenagan pihak lain maka dapat dicap sewenang-wenang.
Disinilah pentingnya memahami kewenangan lembaga Negara, Pemda tentu sebatas melakukan upaya tawaran2 solusi dan menyerap aspirasi terhadap kedua belah pihak sambil berharap keduabelah pihak tetap berjalan dalam ril peraturan perundangan.
Pemda tentu tidak bisa memutuskan tentang sah atau tidaknya SHM pun tidak mungkin "memenangkan" salah satu pihak karena memang tidak berwenang untuk itu, karena hal tersebut berada pada kewenangan Yudikatif yg mengkoptasi dan terdikotomi oleh triaspolitica (yang membagi kekuasaan kepada Legislatif,ekskutif dan Yudikatif) toh andaikan kemudian Pemda bertindak melampaui kewenangannya dan memberikan keputusanpun tidak menjamin akan diterima oleh kedua belah pihak, Kan makin membangongkan.
Dalam konflik seperti ini sebenarnya Negara sudah menyediakan saluran yg dapat diminta untuk hadir dan representasi Negara dalam soal SHM yg dianggap tidak memenuhi syarat atau oleh pihak lain dianggap "ilegal" adalah pihak Yudikatif.
Sebenarnya sependek informasi yg sy dapat sudah ada beberapa unsur pemerintah (yang tentu merupakan representasi Negara) yang hadir (Entah diminta maupun datang atas inisiatif tugas) yang salah satunya adalah Ombusman RI, pernah sampai pada satu kesimpulan (setelah melalui serangkaian proses investigasi) yang menyatakan bahwa proses sertfikasi lahah itu tidak ada Maladministrasi yang artinya tahapan dan prosesnya sah dan sesuai aturan. Tapi kenapa Kok juga belum selesai ?
Persoalannya pihak penolak tidak terima atas putusan "Negara" itu, tentu karena tidak sesuai dengan "keinginan" salah satu pihak, kemudian mencari unsur kekuasaan Negara yang lainnya dengan harapan akan melakukan langkah sebagaimana yamg diinginkan oleh Pihak yang menolak. Siapa lagi ?
Dalam konflik di batukerbuy saya melihat sudah banyak anasir luar yang masuk baik sebegai representasi Negara maupun NGO tentu ya tetap sesuai dengan kapisatas dan kewenangannya, ada DPR dari tingkat Daerah, Propinsi bahkan hingga DPR RI, ada Ormas ada LSM ada Penegak Hukum (karena kabarnya konflik ini sampe ke laporan pidana di Kepolisian).
Jika kehadiran Negara juga sudah tidak mampu untu menyelesaiakn persoalan di batukerbuy dan kedua belah pihak tetap NGOTOT dan malakukan gerakan agitatif bahkan mungkin Provokatif lalu dengan cara apa persoalan ini harus selesai ???
Karena salah satu pihak terus melakukan serangakain upaya penolakan dengan menghadirkan masa, melibatksn berbagai pihak sesangkan pihak lain juga melakukan upaya untuk segera menggarap lahan yg dimilikinya sesuai SHM. Apakah pihak pemilik SHM juga mesti mengerahkan masa dan melibatkan banyak pihak kemudian akan ada titik temu dan akan mencapai puncak dri konflik ???. (Yang kadang Pasca puncak konflik akan ada titik putus)
Belakangan KKP dan pihak kementerian terkait diminta atau tepatnya didesak untuk turun ke Batukerbuy harapanya dapat menyesalaikan persoalan yang ada di sana, saya kira kehadiran KKP pun tidak akan banyak membantu walaupun misalnya KKP menyatakan bahwa Lahan itu tidak boleh dimiliki oleh perorangan. KKP bisa apa? Apakah otomatis bisa mencabut SHM tanpa putusan Peradilan ? Atau apakah mau menarik SHM, kewengan siapa?.
Sekali lagi kecuali semua pihak mau melakuakn tindakan diluar batas dan mau menabrak kewenangannya. Ya monggo....inikan Indonesia semua hal masih mungkin terjadi.
------
Rausi Samorano, SH.,Mh.,MM.,Pia.,CPHM.
Guluk-guluk, 28-01-24